kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lelang wilayah kerja panas bumi baru digelar pada 2022, begini alasannya


Minggu, 09 Agustus 2020 / 16:19 WIB
Lelang wilayah kerja panas bumi baru digelar pada 2022, begini alasannya
ILUSTRASI. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak akan menggelar lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) selama dua tahun ini.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak akan menggelar lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) selama dua tahun ini. Dengan demikian, lelang WKP baru akan digelar pada tahun 2022 mendatang.

Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari mengatakan, ada sejumlah pertimbangan mengapa pada tahun ini dan tahun 2021 pihaknya memilih untuk tidak melakukan lelang WKP. Menurutnya, hal itu dilakukan agar lelang WKP berikutnya bisa lebih menarik minat pengembang untuk menanamkan investasinya.

Ida bilang, saat ini pihaknya sedang menunggu peraturan presiden (perpres) tentang pembelian tenaga listrik energiĀ  terbarukan (EBT) oleh PT PLN (Persero) yang diharapkan bisa terbit pada Agustus ini.

Melalui perpres ini, sambungnya, pemerintah memberikan sejumlah insentif bagi pengembangan listrik EBT, termasuk yang bersumber dari panas bumi. Kata Ida, pemerintah bakal memberi insentif untuk mengurangi risiko pengembang sehingga tarif pun bisa ditekan.

Baca Juga: Kementerian ESDM bentuk satgas manajemen risiko untuk kawal pengembangan EBT

Bentuk insentif yang bakal diberikan antara lain berupa akuisisi data melalui pengeboran eksplorasi yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan ini, risiko eksplorasi bakal berkurang, lantaran pelaku usaha sudah memiliki gambaran potensi sumber daya di WKP yang ditawarkan. Imbasnya, keekonomian proyek bisa tercapai dan harga listrik dari panas bumi bisa turun dan lebih kompetitif.

"Kalau mau sumber daya sampai terbukti, harus melakukan pengeboran. Kemudian akhirnya diputuskan pemerintah, kalau ada baru lah itu yang akan ditawarkan kepada pengembang. Sehingga itu akan mengurangi risiko dari pengembang. Tentunya ini juga akan menurunkan tarif dari panas bumi itu sendiri," terang Ida dalamĀ  konferensi pers virtual yang digelar Kamis lalu (6/8).

Dengan pertimbangan itu, pada tahun 2020 dan 2021 pemerintah akan terlebih dulu memulai akuisisi data dan melakukan pengeboran. Lalu, lelang akan dilakukan pada tahun 2022 dengan data WKP yang lebih lengkap untuk ditawarkan kepada pengembang.

"Dengan Perpres baru nanti, mungkin di 2021 kita belum melakukan lelang WKP, maupun 2020. Jadi kita tambah dulu akuisisi data. 2020 kita mulai, 2021 kita sudah mulai pengeboran. Jadi mungkin di tahun 2022 kali ya baru ada lelang WKP," jelas Ida.

Dengan pengeboran dan kelengkapan data yang sudah dilakukan pemerintah, Ida optimistis pengembangan panas bumi menjadi listrik pun bisa terakselerasi. Pasalnya, saat ini dibutuhkan waktu yang lama hingga 10 tahun untuk melakukan persiapan, survei, eksplorasi hingga beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

Melalui skema ini, Ida berharap waktu pengembangan panas bumi hingga menghasilkan listrik bisa terpangkas setengahnya. "Jadi sudah bisa dikembangkan langsung, sehingga mempercepat. Tadinya misalkan butuh waktu 10 tahun, kita berharap paling lama 5 tahun sudah bisa COD (beroperasi komersial). Ini harapan kami," sebut Ida.

Ida mengakui, saat ini pemanfaatan panas bumi untuk kelistrikan masih mini. Saat ini, total kapasitas terpasang panas bumi baru mencapai 2.130,7 Megawatt (MW). Padahal potensi panas bumi di Indonesia bisa mencapai sekitar 23,9 Gigawatt (GW).

Untuk mencapai target bauran EBT 23% pada tahun 2025, kapasitas terpasang PLTP ditargetkan mencapai 7.200 MW dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Sedangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2019-2028 kapasitas terpasang PLTP diproyeksikan baru mencapai 6.300 MW hingga tahun 2025.

Oleh sebab itu, Ida mengatakan bahwa akselerasi pemanfaatan panas bumi sangat diperlukan. Meski terhambat covid-19, Ida menekankan bahwa pada tahun ini pihaknya tetap mengejar target tambahan kapasitas terpasang sebesar 140 MW.

Terdiri dari PLTP Rantau Dadap sebesar 90 MW, PLTP Sorek Merapi Unit 2 berkapasitas 45 MW dan PLTP Sokoria unit 1 dengan kapasitas 5 MW. "Kita masih optimistis bahwa di akhir Desember mungkin akan COD 140 MW itu. Teman-teman masih berupaya untuk bisa COD di akhir 2020," kata Ida.

Baca Juga: Kementerian ESDM Menargetkan Aturan Harga Jual Beli Listrik EBT Bisa Terbit Agustus

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×