Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Dalam sebulan terakhir, harga karet mencatat kenaikan fantastis hingga 30%. Saat ini, harga karet di pasar global telah melampaui US$ 2 per kilogram, di atas harga karet sebelumnya sekitar US$ 1,3 per kg.
Kenaikan harga karet global diikuti peningkatan harga di tingkat petani yang mencapai Rp 8.000-Rp 10.000 per kg. Namun, kenaikan harga karet ini diprediksi tidak berlangsung lama, karena situasi perekonomian global mengalami ketidakpastian setelah Donal Trump terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Trump dalam kampanye pemilihan presiden AS sebelumnya mengancam akan melakukan proteksi terhadap pasar AS dan akan menyetop impor dari China. Padahal, China merupakan salah satu negara yang menyerap karet dalam volume besar. Jika itu terjadi, maka otomatis negara Tirai Bambu tersebut akan mengurangi produksi dan penyerapan karet di pasar global.
"Jadi kenaikan ini paling banter bertahan sampai kuartal pertama tahun depan," ujar Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Aziz Pane, Kamis (24/11).
Aziz mengatakan, kenaikan harga karet saat ini tidak didasarkan pada fundamental karet yang menguat, tapi lebih banyak karena spekulasi pasar. Kendati begitu pembatasan ekspor karet yang dilakukan tiga negara anggota International Tripartite Rubber Council (ITRC) yakni Thailand, Indonesia, Malaysia dan plus Vietnam turut mendorong peningkatan harga karet.
Apalagi pembatasan ekspor karet itu terjadi di tengah menipisnya stok karet di China. Sehingga Tiongkok meningkatkan penyerapan karet.
Selain karena ancaman ketidakpastian kebijakan ekonomi AS, Azis bilang, ketidakpastian ekonomi Uni Eropa juga berpotensi membuat harga karet akan anjlok lagi. Sebab saat ini Uni Eropa tengah direcoki proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan pemilihan Kanselir Jerman yang menimbulkan ketidakpastian baru.
Belum lagi AS berencana menaikkan suku bunga pada bulan Desember yang berpotensi memicu nilai tukar rupiah loyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News