kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Makin dilirik, panas bumi berpotensi jadi backbone energi nasional


Kamis, 29 Juli 2021 / 20:04 WIB
Makin dilirik, panas bumi berpotensi jadi backbone energi nasional
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)


Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

Sementara itu, Direktur Utama PT Geo Dipa Energi Riki F. Ibrahim mengungkapkan harga EBT masih jadi tantangan pasalnya lembaga keuangan yang bersedia memberi pinjaman masih terbatas.

“Saya sampaikan untuk eksplorasi panas bumi itu risikonya tidak sebesar migas. Khusus di lapangan di Indonesia, termasuk yang baru, dari sisi resiko itu 40%, tidak begitu besar,” jelas Riki.

Untuk itu, pengembangan panas bumi harus dilakukan bertahap dan perusahaan yang terjun disana harus yang mempunyai visi dan misi jangka panjang. PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) misalnya sudah melakukan 39-40 tahun untuk pengembangan panas bumi melalui PLTP Kamojang.

Riki pun menilai pemerintah sedang dalam keadaan dilema, ingin mengembangkan EBT dengan harga reliabel, tapi di sisi lain harus memberikan subsidi ke PLN. Untuk itu, pemerintah sedang memikirkan bagaimana jalan keluarnya, seperti ada biaya infrastruktur yang diturunkan dan lainnya. 

"Dibutuhkan akselerasi pengembangan panas bumi untuk mengejar target bauran. Target kita bagaimana bisa mencapai tidak hanya 23%, tapi 50%," sambung Riki.

Baca Juga: Produksi listrik Pertamina Geothermal di tahun 2020 mencapai 4.618 GWh

Anggota Komisi VII DPR Dyah Roro Esti menilai transisi energi tidak serta merta melalui konversi langsung dari energi fosil ke EBT. Melainkan ada proses lain yang harus dilakukan terlebih dahulu.

Salah satunya yakni dengan metode cofiring biomassa PLTU.

"Jadi eksisting PLTU bisa dikonversi menjadi cofiring, lalu ada rooftop. Tidak dipungkiri juga dengan perkembangan-perkembangan yang ada, seperti geothermal,” ungkap dia. 

Dyah mengatakan lebih dari 130 negara di dunia telah berkomitmen untuk mencapai net zero emission pada 2050. Indonesia perlu segera menentukan target dicapainya net zero emission.

Hingga kini masing-masing kementerian masih memiliki target berbeda beda, KLHK 2060, Bapenas 2045-2070, dan PLN 2060. Untuk itu, menurutnya harus ada pandangan yang sama untuk target transisi energi.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×