Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
Selain itu, Dyah menyoroti rendahnya raihan bauran EBT yang per 2020 baru mencapai 11,2% dari target 23% pada 2025 mendatang.
"Total potensi ada 23,9 GW, realisasi masih minim. Potensi panas bumi ada di Pulau Jawa dan Sumatra. Perlu ada eksplorasi, pengeboran, ini yang perlu kita dorong terus menerus," imbuh Dyah.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menjelaskan pengembangan panas bumi memang lebih rendah dari migas. Kendati demikian, sektor ini pun masih penuh risiko.
“PLN melakukan eksplorasi tiga sumur tidak berhasil, Supreme Energy juga gagal untuk lima sumur di Muara Laboh,” ungkap Surya.
Baca Juga: Pertamina Geothermal anggarkan investasi US$ 58,62 juta di tahun ini
Menurut Surya, pengembangan panas bumi itu tidak bisa dilakukan sendiri, perlu melibatkan berbagai pihak, pelaku usaha, pemerintah, dan investor.
Surya mengatakan peluang pengembangan panas bumi sangat besar dengan melihat potensinya yang besar. Panas bumi harus siap menjadi backbone transisi energi, posisinya lebih banyak dan kuat di Indonesia. Secara ekonomi akan membangkitkan ekonomi di seluruh Indonesia. Bersama dengan air/hydro akan menjadi backbone.
“Kalau menjadi backbone, harus pelan-pelan dinaikkan kapasitasnya. Karena menjadi andalan,” pungkas Surya.
Selanjutnya: Investor menanti perpres harga listrik EBT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News