Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian ESDM menetapkan harga jual batubara ke industri semen dan pupuk sebesar US$ 90 per metrik ton (MT). Harga ini mulai berlaku sejak 1 November 2021 sampai dengan 31 Maret 2022 mendatang. Namun, sampai dengan saat ini menurut Kementerian Perindustrian masih ada 6 pabrik semen yang belum mendapatkan harga batubara US$ 90 per metrik ton.
Sebagai informasi, penetapan harga batubara untuk industri semen dan pupuk tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 206.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Harga Jual Batubara untuk Pemenuhan Bahan Baku atau Bahan Bakar Industri Semen dan Pupuk di Dalam Negeri pada 22 Oktober 2021.
Ignatius Warsito, Staf Ahli Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri yang juga Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin mengatakan, sampai saat ini belum semua perusahaan semen mendapatkan harga batubara maksimal US$ 90 per ton.
"Terdapat 6 pabrikan yang belum mendapat harga batubara US$ 90/ton, yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa, PT Cemindo Gemilang, PT Sinar Tambang Arthalestari, PT Semen Imasco Asiatic, PT Semen Jawa, dan PT Conch Cement Indonesia," jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (15/2).
Baca Juga: Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) Incar Pertumbuhan Positif Tahun Ini
Sementara, pabrik yang sudah mendapatkan skema harga batubara US$ 90 per metrik ton adalah pabrik Semen Padang, Semen Tonasa, Solusi Bangun Indonesia, Semen Gresik dan Semen Bosowa.
Igantius menilai, urgensi perpanjangan Kepmen ESDM Nomor 206 Tahun 2021 sangat penting menimbang beberapa hal.
Pertama, persentase biaya batubara pada struktur biaya produksi semen cukup tinggi yaitu sebesar 30%. Sebelum diberlakukan Kepmen tersebut, kenaikan harga batubara internasional menyebabkan harga batubara naik lebih dari 100%.
Dengan adanya harga batubara khusus maksimal US$ 90/ton sebenarnya masih lebih tinggi sekitar 50 % dari harga normalnya sehingga biaya produksi semen pun masih naik sebesar 15%.
"Kenaikan biaya produksi ini sangat memberatkan industri semen yang pada akhirnya akan memberatkan konsumen juga," ujarnya.
Kedua, harga batubara acuan (HBA) batubara pada Januari 2022 sebesar US$ 158.50 masih jauh dari harga saat normal yang berkisar pada US$ 50 sampai US$ 60 per MT. Walaupun telah terjadi penurunan harga batubara sebesar US$ 1,29 dari bulan Desember 2021 ke Januari 2022, penurunan ini masih bersifat sangat fluktuatif.
Sedangkan, industri semen membutuhkan kepastian atas harga, volume, dan spesifikasi batubara agar dapat berproduksi normal.
Pertimbangan ketiga adalah kontrak pembelian batubara jangka panjang sulit diterapkan apabila Kepmen hanya berlaku selama 5 bulan yaitu sejak 1 November 2021 hingga 31 Maret 2022.
Baca Juga: Penjualan Semen Diprediksi Naik, Kapan Saham Semen INTP & SMGR Harus Dibeli?
Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapatan (RDP) Komisi VII DPR RI pada 25 Januari 2022, Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso mengatakan harga domestic market obligation (DMO) batubara untuk industri semen sebesar US$ 90 per MT perlu diperpanjang sampai dengan 12 bulan lagi mengingat harga ekspor batubara masih tinggi, belum jelas kapan berakhir.
"Untuk itu, perlu pengawasan yang lebih ketat dari Kementerian ESDM pada pelaksanaannya," ujarnya dalam RDP tersebut.
Widodo bilang, program ekspor sebesar 15% dari total konsumsi penjualan harus didukung oleh harga DMO batubara. Apabila masih menggunakan harga non-DMO, kemungkinan ekspor terganggu lagi sehingga utilisasi pabrik diproyeksikan akan kembali turun lagi menjadi 55% dari sebelumnya sekitar 69%.
Dia menegaskan, hal ini akan sangat merugikan industri semen dan program Commodity Export bagi pemerintah.
Baca Juga: Penjualan Semen Diproyeksi Meningkat Tahun Ini, Simak Rekomendasi Sahamnya
Adapun dari segi stok, Widodo mengungkapkan, sebagian besar sudah membaik sekitar 60% sampai dengan 80% dari standard pengamanan. Dia berharap semoga bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui Kementerian ESDM.
Sebagai informasi, realisasi konsumsi atau penjualan semen pada pasar domestik di sepanjang 2020 turun 10,7% yoy atau menjadi 62,51 juta ton akibat pandemi Covid-19. Adapun pada 2021 konsumsi semen di domestik mengalami peningkatan 5,9% yoy menjadi 66,21 juta ton. Namun, menurut Widodo, konsumsi domestik di 2021 belum bisa menyamai saat sebelum pandemi.
Di tahun lalu, penjualan semen ke pasar ekspor tumbuh hingga 24% yoy didukung oleh harga DMO batubara. Lebih jelasnya, pada 2020 realisasi penjualan ekspor semen sebesar 9,27 juta ton, kemudian menjadi 11,6 juta ton di 2021.
Jika ditotal, penjualan semen di sepanjang 2021 tumbuh 8% yoy menjadi 77,82 juta ton dari sebeumnya 71,7 juta ton di 2020 ditopang oleh pertumbuhan penjualan ke luar negeri.
Di tahun 2022 ini, ASI berharap, konsumsi domestik bisa terus membaik atau kembali seperti 2019. Asosiasi Semen Indonesia memproyeksikan penjualan semen dapat tumbuh 5,4% menjadi 82,02 juta ton dengan perincian penjualan domestik 69,52 juta ton (tumbuh 5%) dan ekspor 12,5 juta ton (tumbuh 7,6%).
Kendati sudah memproyeksikan penjualan semen akan tumbuh di 2022, Widodo agak pesmistis jika harga DMO batubara tidak lancar. Menurutnya selama harga DMO terhambat, potensi pasar ekspor akan terganggu. Pasalnya, biaya produksi produsen semen dengan harga non-DMO akan naik 35% sedangkan dengan harga DMO kenaikannya hanya 15%.
Baca Juga: Penjualan Diproyeksi Naik, Simak Rekomendasi Saham Emiten Semen
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News