Reporter: Adi Wikanto, Arfyana Citra Rahayu | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Sejak pertengahan tahun 2023, langit Jakarta dan sekitarnya tak lagi berwarna biru cerah seperti pada masa Covid-19. Langit Ibu Kota yang cenderung abu-abu pun menjadi perhatian banyak pihak. Ini pertanda, tingkat polusi udara semakin parah.
Salah satu puncaknya adalah pada Minggu 20 Agustus 2023. Pada Minggu pagi itu, laman pengukuran kualitas udara IQAir mencatat indeks kualitas udara di DKI Jakarta tercatat pada angka 161, paling buruk dibandingkan kota-kota besar lain di seluruh dunia. Peringkat kedua diduduki oleh kota Doha di Qatar yang memiliki indeks kualitas udara 155.
Semakin parah lagi, tingkat konsentrasi polutan tertinggi dalam udara DKI Jakarta hari itu adalah PM 2.5, dengan nilai konsentrasi 105 mikrogram per meter kubik. Konsentrasi ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena mencapai 15 kali nilai panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO).
Lantas, timbul perdebatan penyebab polusi udara Jakarta dan sekitarnya adalah banyaknya kendaraan di Ibu Kota. Walhasil, pemerintah mendorong penerapan work from home (WFH) untuk aparatur sipil negara (ASN) di Jakarta mulai 21 Agustus 2023. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga mendorong penggunaan mobil listrik bagi pejabat pemerintahan.
Namun sebagian pihak menduga Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di pinggiran Jakarta adalah penyebab polusi udara. Setidaknya ada 10 PLTU di Banten dan 6 PLTU di Jawa Barat yang saban hari menyemburkan asap ke langit.
Baca Juga: United Tractors (UNTR) Getol Masuk ke Bisnis EBT
Entah mana yang benar, apakah PLTU atau asap kendaraan bermotor penyebab polusi udara Jakarta. Yang jelas, keduanya sama-sama menggunakan energi fosil tak ramah lingkungan yang selama ini terkenal sebagai penyebab polusi udara.
Upaya menekan penggunaan energi fosil dan meningkatkan energi ramah lingkungan sudah berjalan sejak lama. Salah satu momen penting adalah pelaksanaan program pengembangan bahan bakar nabati di Indonesia tahun 2008 dengan menerapkan biodiesel 2,5% (B2,5) pencampuran bahan bakar solar.
Sejak saat itu, kecepatan pencampuran meningkat secara bertahap. Pada akhirnya, mulai Februari 2023, Indonesia telah menerapkan B35 wajib secara nasional. Selanjutnya, penggunaan biodiesel akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2030 dan E50 tahun 2050.
Bersamaan itu, pemerintah juga mendorong penggunaan energi ramah lingkungan lainnya seperti pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan (EBT). Itu antara lain mengoptimalkan penggunaan angin, sinar matahari, panas budi, hingga biogas. Tujuan utamanya adalah memperbesar bauran EBT dalam energi nasional yang masih didominasi bahan bakar fosil.
Meskidemikian, pencapaian EBT masih jauh dari target. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bauran EBT hingga akhir tahun 2022 mencapai 12,28%, masih di bawah target sebesar 15,7%.
Namun, pengembangan EBT tahun 2022 di Indonesia tetap menunjukkan hasil positif dalam hal tertentu. Salah satunya, implementasi B30 yang mencapai 10,45 juta kl, melebihi target 10,1 juta kl. Kemudian tambahan kapasitas PLT EBT mencapai 1.025 MW, di atas target 998.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priaadi menyampaikan, Indonesia memproduksi biofuel sebesar 174.000 barel setara minyak per hari (barel oil equivalent per day/BOEPD) di tahun 2021. Produksi biofuel Indonesia lebih tinggi dibandingkan Thailand yang memproduksi 51.000 BOEPD.
“Sebagai anggota ASEAN, kami sadar potensi biofuel ini dalam upaya dekarbonisasi sistem energi. Melihat ini 5 negara sejatinya telah melaksanakan pencampuran bahan bakar nabati (BBN) ini,” ujar Yudo di Jakarta, Rabu (2/8). Kelima negara itu ialah, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietanam.
Untuk mengejar target bauran EBT sebesar 23% tahun 2025, penggunaan BBN pun tetap dipacu. Mulai tahun 2023 ini, program B30 ditingkatkan menjadi B35. Ada juga bahan bakar baru Pertamax Green 95 yang merupakan pencampuran Pertamax dengan Bioetanol sebesar 5%.
Kementerian ESDM juga akan mempercepat pembangunan PLT EBT. Hingga Semester I tahun 2023, tercatat kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) EBT secara menyeluruh sudah mencapai 12.736,7 Mega Watt (MW). Jumlah itu berasal dari PLT Air sebesar 6.738,3 MW, PLTBio 3.118,3 MW, PLT Panas Bumi 2.373,1 MW, PLT Surya 322,6 MW, PLT Bayu 154,3 MW, PLTBio , serta PLT Gasifikasi Batubara 30,0 MW.
Pemerintah akan mendorong pemanfaatan biomassa untuk menghijaukan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) eksisting melalui program co-firing biomassa. Saat ini program tersebut telah terlaksana di 37 lokasi. Pemerintah menargetkan program co-fairing sebanyak 52 lokasi pada tahun 2025.
Pemerintah memastikan pula implementasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2021-2030 untuk dapat beroperasi sesuai dengan target. Dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2021-2030, total pembangkit EBT yang akan dibangun sebesar 20.923 MW.
Hingga saat ini, jumlah PLT EBT yang telah beroperasi sebesar 737 MW (3,5%). Sedangkan PLT EBT yang memasuki tahap konstruksi sebesar 5.259 MW (25,1%), tahap pengadaan sebesar 976 MW (4,7%), tahap rencana pengadaan sebesar 1.232 MW (5,9%), tahap perencanaan 12.656 MW (60,5%).
Kementerian ESDM mendata Indonesia memiliki potensi EBT yang berlimpah mencapai 3.687 GW. Jumlah itu terdiri dari potensi surya sebesar 3.294 GW, potensi hidro 95 GW, potensi bioenergi 57 GW, potensi bayu 155 GW, potensi panas bumi 23 GW, potensi laut 63 GW. Diluar itu, terdapat potensi uranium 89.483 ton dan Thorium 143.234 ton.
Insentif EBT
Dengan target dan potensi energi yang besar, Kementerian ESDM tidak ingin sendirian mencapainya. Keterlibatan investor sangat penting untuk mencapai target tersebut.
Oleh karena itu, Kementerian ESDM menyiapkan sejumlah insentif dan kemudahan untuk menarik korporasi besar untuk menggarap PLT EBT. Salah satunya, insentif untuk PLT Panas Bumi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan, pemerintah pasti akan memberikan kemudahan karena potensi panas bumi sangat besar untuk PLT EBT. PLT Panas Bumi juga ideal untuk melaksanakan perdagangan karbon.
Arifin menyatakan, pemerintah sudah membuat sejumlah aturan yang dapat mengurangi risiko investor jika gagal eksplorasi. “Dan juga kita mendukung kemudahan infrastruktur, kan tempatnya di pojok-pojok (terpencil), nanti kita kerja sama dengan Pak Basuki (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat),” ujar Arifin 11 Agustus 2023.
Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM, Harris Yahya mengatakan, semua pengembang panas bumi yang memiliki wilayah kerja dan wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) panas bumi berhak menggunakan fasilitas insentif fiskal.
Insentif fiskal dalam panas bumi terbagi atas dua mekanisme. Pertama, melalui alokasi APBN di Kementerian ESDM. Kedua, melalui kerja sama Kementerian ESDM dengan Kementerian Keuangan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
“Ada 16 pemegang wilayah kerja panas bumi (WKP) yang ada saat ini beroperasi dan 15 pemegang PSPE,” ujar Harris.
Hingga saat ini insentif eksplorasi khususnya pembiayaan Geothermal Resources Risk Mitigation (GREM) oleh Sarana Multi Infratruktur sudah ada perusahaan swasta dan BUMN yang tertarik namun belum implementasi.
Melansir laman resmi Kementerian Keuangan, GREM merupakan fasilitas pembiayaan eksplorasi panas bumi yang dapat diakses oleh sektor swasta dan publik di Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi risiko tahap awal pengembangan proyek melalui metode de-risking atau pembagian risiko.
Fasilitas pendanaan ini disetujui oleh Green Climate Fund (GCF) pada tahun 2018 dan tercatat sebagai proposal pendanaan pertama yang disetujui di Indonesia. Total fasilitas ini sebesar US$ 651,25 juta dengan sumber pendanaan dari GCF, International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) World Bank, Clean Technology Fund (CTF), dan Kementerian Keuangan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur. Durasi awal fasilitas ini selama 10 tahun dan akan selesai pada tahun 2030.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Arsjad Rasjid mendorong pengusaha Indonesia berinvestasi di bisnis EBT. Pasalnya, bisnis EBT memiliki prospek yang cerah di masa depan.
Ia memberi contoh bisnis biofuel atau bahan bakar nabati. The 7th ASEAN Energy Outlook (AEO7) mencatat bahwa konsumsi biofuel akan tumbuh sebesar 4,7% per tahun sampai 2050, atau lebih cepat dari konsumsi minyak sebesar 4,4%.
Data tersebut mengungkapkan potensi konsumsi bahan bakar nabati ke depannya yang sangat baik dan cepat. “Berinvestasi dalam biofuel juga lebih dari sekadar keputusan ekonomi. Itu adalah komitmen, karbon bagi planet kita dan generasi mendatang,” terang Arsjad.
Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai pemerintah memang sudah semestinya mempercepat pengembangan energi terbarukan. Mengingat, energi terbarukan adalah kunci keberhasilan menghadapi perubahan iklim dan upaya mencapai pertumbuhan nasional berkelanjutan.
IESR menganalisa, sektor kelistrikan berpeluang paling besar untuk mendukung capaian target energi terbarukan. Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), diperlukan 45,2 GW listrik yang bersumber dari energi terbarukan pada tahun 2025.
Namun, pengembangan energi terbarukan masih lambat dengan pertumbuhan hanya sekitar 400-500 MW per tahunnya selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan tersebut juga jauh dari target pemerintah untuk meningkatkan energi terbarukan 2-3 GW per tahun dalam lima tahun terakhir.
"Indonesia harus tetap optimis dan ambisius dalam meningkatkan bauran energi terbarukannya," jelas Deon Arinaldo.
Deon berpendapat, pemerintah perlu menyiapkan strategi baru yang menimbang perkembangan teknologi, pertumbuhan ekonomi saat ini dan dapat diimplementasikan dalam waktu singkat. "Misalnya bagaimana mengakselerasi PLTS atap seoptimal mungkin dalam dua tahun kedepan,” tegas Deon.
Studi IESR tahun 2023 juga menemukan, pembangkit listrik berkontribusi lebih dari 40% dari total emisi sektor energi di Indonesia. Untuk mendukung capaian bauran energi terbarukan sebesar 23%, maka dibutuhkan setidaknya 24 GW kapasitas pembangkit energi terbarukan pada tahun 2025. Jumlah itu harus meningkat sebesar 13 GW lebih dalam kurun waktu 2 tahun kedepan. Yang berarti, pertumbuhan pembangkit energi terbarukan perlu mencapai 5-7 GW per tahunnya.
Berdasarkan studi IESR, beberapa strategi yang teridentifikasi pada sektor ketenagalistrikan di antaranya meningkatkan keberhasilan Commercial Operation Date (COD) PLTP sebesar 1,4 GW dan PLTA/PLTM sebesar 4,2 GW. Kemudian peningkatan kapasitas program dedieselisasi PLTD tersebar 588 MW menjadi PLTS 1,2 GWp dan baterai, pembangunan 4,7 GW PLTS dan 0,6 GW PLTB. Selain itu juga implementasi co-firing biomassa pada PLTU PLN dengan porsi rata-rata 10% untuk PLTU Jawa-Bali dan 20% untuk PLTU di luar Jawa-Bali.
Kini, saatnya energi ramah lingkungan diperbesar agar masa depan tetap cerah!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News