Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah untuk melegalkan keberadaan sumur minyak ilegal masih menunggu langkah konkret. Hingga kini, baru empat provinsi yang melakukan identifikasi lapangan, yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jawa Tengah dengan total sekitar 33.000 sumur.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, pengelolaan dan pemberian legalitas bisa melalui badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, atau badan usaha berbentuk perseroan terbatas (PT) berskala usaha kecil menengah (UKM).
“Baru dua daerah yang mengajukan rekomendasi ke SKK Migas dan Dirjen Migas. Verifikasi dan rekomendasi oleh Pemda ditargetkan bisa selesai dalam empat bulan,” ujarnya saat dihubungi KONTAN, Kamis (21/8).
Baca Juga: Sumur Minyak Ilegal Terbakar di Blora, Permen ESDM Jadi Payung Hukum Sumur Minyak
Namun, langkah ini menuai catatan dari pelaku industri. Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal menegaskan legalisasi tidak bisa dilakukan secara instan. Menurutnya, meski sudah ada regulasi baru seperti Permen ESDM No 14/2025, sumur ilegal tidak serta-merta bisa berubah status tanpa pemenuhan syarat ketat.
“Apapun ceritanya, sumur itu tetap ilegal. Pemerintah harus menertibkan, bukan hanya menangkap pelaku di lapangan, tetapi juga menindak siapa yang mendanai dan melindungi aktivitas ilegal ini, termasuk oknum aparat,” tegas Moshe kepada Kontan, Kamis (21/8).
Moshe juga menyoroti risiko keselamatan kerja yang tinggi.
“Kita tidak perlu bicara potensi produksi dari 20 ribu sumur itu. Satu nyawa saja kalau bisa diselamatkan, maka seluruh sumur ilegal itu harus dihentikan,” katanya.
Moshe menambahkan, pemerintah tidak bisa membebankan tanggung jawab sepenuhnya kepada Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), mengingat kewenangan ada di tangan negara sebagai pemegang kuasa pertambangan.
Senada, Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), Hadi Ismoyo menekankan bahwa pengelolaan sumur idle atau marginal harus memenuhi standar tinggi kesehatan, keselamatan, dan lingkungan (HSE).
“Kalau tidak ditangani profesional, risiko bocor, blow out, hingga kebakaran sangat besar,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (21/8).
Hadi menambahkan, potensi tambahan produksi dari skema kerja sama operasi (KSO++) sumur idle sebenarnya tidak signifikan, hanya sekitar 10.000-15.000 barel per hari (bopd) atau 1,6%-2,5% dari produksi nasional 600.000 bopd.
“Tapi kalau pengelolaannya tidak sesuai standar, dampaknya justru kontraproduktif,” imbuhnya.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti menilai, pemerintah perlu mengidentifikasi terlebih dulu apakah sumur yang akan dilegalkan masuk kategori marjinal atau tidak.
“Kalau memang marjinal, ini tetap perlu dilindungi sebagai aset negara. Regulasi pelimpahan aset dari pemerintah pusat ke daerah atau masyarakat harus jelas agar pengelolaan sesuai good mining practices,” katanya.
Sejauh ini, laporan terbesar datang dari Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, yang mencatat lebih dari 20 ribu sumur minyak ilegal. Bupati Muba telah menyerahkan data inventarisasi tersebut kepada Dinas ESDM Provinsi. Pemerintah daerah bersama Petro Muba disebut bakal menindaklanjuti peluang legalisasi sesuai mekanisme yang diatur dalam Permen ESDM.
Baca Juga: Ada Potensi Tambahan Produksi Minyak 20.000 Barel Per Hari dari Sumur Ilegal
Selanjutnya: Profesor Ekonomi Harvard Ini Akui Salah Prediksi, Bitcoin Justru Tembus US$100.000
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (22/8), Provinsi Ini Siaga Waspada Hujan Lebat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News