kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menelisik Fenomena Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia


Senin, 20 Desember 2021 / 06:50 WIB
Menelisik Fenomena Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

PETI merupakan fenomena nasional

Fenomena PETI tidak hanya terjadi di Tambang Pongkor. Aktivitas illegal ini banyak dilakukan di sejumlah tambang yang tersebar di wilayah Indonesia.

Dalam paparan kinerja triwulan III sektor mineral dan batubara (minerba) 26 Oktober 2021 lalu, Direktur Jenderal (Ditjen) Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengungkapkan, titik PETI di seluruh Indonesia mencapai 2.741 titik.

Sebanyak 96 titik PETI di antaranya merupakan titi lokasi PETI komoditas batubara, sedang 2.645 titik sisanya merupakan titik PETI komoditas mineral.

Ridwan menegaskan, PETI merupakan tindakan ilegal. Kementerian ESDM, kata Ridwan, telah menyusun program untuk mengubah mentransformasi PETI menjadi pertambangan rakyat.

“Masih ada alasan pemenuhan kebutuhan dasar yang perlu kita pertimbangkan, namun kita tidak ingin PETI ini terus berkembang sehingga membahayakan keselamatan, merugikan penerimaan negara, dan juga merusak lingkungan dalam jangka panjang,” ujar Ridwan dalam sesi konferensi pers yang disiarkan virtual Oktober lalu (26/10).

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli mengatakan, aktivitas PETI yang marak didorong oleh sejumlah faktor. 

Beberapa di antaranya yakni naiknya harga komoditas, kebutuhan hidup, adanya potensi sumber daya mineral tertentu di suatu daerah yang dangkal dan dapat ditambang-diolah dengan teknologi sederhana, lemahnya penegakan hukum, dan adanya dukungan pemilik dana besar atau ‘orang kuat’ di balik aktivitas PETI.

Aktivitas PETI sendiri, lanjut Rizal, memunculkan sejumlah kerugian, mulai dari hilangnya pendapatan negara dari pengelolaan minerba, tidak dijalankannya kaidah teknik pertambangan yang  baik, risiko keselamatan dari tidak adanya praktek penerapan kesehatan dan keselamatan kerja bagi orang yang terlibat dalam aktivitas PETI, terganggungnya  konservasi mineral dan batubara, hingga terjadinya konflik sosial.

Aktivitas PETI, menurut Rizal juga bisa mengganggu iklim investasi minerba. “Pendudukan dan operasi penambangan secara ilegal di wilayah izin usaha perusahaan-perusahaan yang secara resmi diberikan izinnya oleh pemerintah. Hal ini dapat mengganggu iklim investasi di Indonesia terutama isu jaminan berusaha dan berinvestasi,” terang Rizal kepada Kontan.co.id (18/12).

Menurut Rizal, pemerintah dapat melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi persoalan PETI. Langkah-langkah tersebut meliputi; (1) pemetaan wilayah yg ada PETI, (2) pemberian izin pertambangan rakyat (IPR) bagi masyarakat setempat dengan pembinaan dan pengawasan yang ketat,

(3)  sosialisasi dampak buruk terhadap adanya PETI, (4) pengontrolan dan pemutusan jalur logistik supply bahan B3 terutama merkuri, (5) pemantauan dan penindakan jalur pemasaran komoditas baik lokal maupun ekspor, (6) penindakan dan penegakan hukum yang konsisten, pemulihan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PETI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×