kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mengintip Prospek Pengembangan dan Penggunaan Amonia Hijau dan Biru di Indonesia


Jumat, 19 Januari 2024 / 11:28 WIB
Mengintip Prospek Pengembangan dan Penggunaan Amonia Hijau dan Biru di Indonesia
ILUSTRASI. PT. ESSA Industries Indonesia Tbk. (d.h PT Surya Esa Perkasa Tbk.)('ESSA') merilis kinerja keuangan untuk 9M pertama Tahun 2023. ESSA melaporkan pendapatan sebesar USD 233 juta, turun 58% YoY, dan EBITDA sebesar USD 66,1 juta, turun 75% YoY di 9M23


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

Tapi, menurut Direktur Energy Shift institute, Putra Adhiguna, penggunaan amonia pada PLTU masih jauh dari pembuktian komersil di dunia. 

“Harga listrik yg dihasilkan bisa berkali lipat, yang setara dengan pajak karbon US$ 150-300 per ton CO2, bahkan hanya untuk mencampurkan 20% amonia,” kata Putra saat dihubungi Kontan.co.id (18/1/2024).

Baca Juga: Proyek Amonia Biru ESSA Industries (ESSA) Capai US$ 150 Juta, Ini Sumber Pendanaannya

Lebih lanjut, Putra juga mengingatkan bahwa pasokan amonia biru maupun hijau harus benar dipastikan bersih. Sebab, proses produksi amonia dan hidrogen saat ini berasal dari gas maupun batubara yang notabenenya bisa memiliki emisi yang sangat tinggi. 

“Rencana tersebut (cofiring PLTU dengan amonia hijau atau biru) baik saja untuk dieksplorasi tapi baiknya tidak perlu terlalu menjadi angan-angan mengingat harga listrik kita yang  bahkan masih jauh dari taraf keekonomian bagi PLN,” tutur Putra.

Senada, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa co firing PLTU menggunakan amonia tidaklah murah.

“Kalau dari beberapa kajian menunjukan co-firing ammonia 20% di PLTU lebih mahal 4x lipat daripada mengganti PLTU dengan PLTS & battery. Ada study BloombergNEF (BNEF) yang menyatakan pengadaan amonia di 2030 akan 7-9 kali lebih mahal dari batubara,” kata Fabby saat dihubungi Kontanco.id (18/1/2024).

Lebih lanjut, Fabby juga menambahkan bahwa amonia jenis tertentu, yakni amonia abu-abu alias grey ammonia, menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) lebih besar, yakni 149,5 gr CO2 per MJ (megajoule of energy produced).

“(Sementara itu) Blue ammonia yang diproduksi dan emisinya pakai CCS (carbon capture storage), konon lebih rendah, secara teori, tergantung pada efektivitas CCS-nya. (Tapi) Ada problem dengan transport. Ada kajian akademik dari Stanford University yang menunjukan blue ammonia emisinya juga tinggi,” tandas Fabby.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×