Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
Risikonya, kebijakan untuk mengawasi praktik-praktik yang merugikan konsumen dan pekerja menjadi lemah. Misalnya, terkait indikasi predatory pricing dan dominasi barang impor di platform e-commerce yang belum ada tindak lanjut konkret. Ada pula masalah ketenagakerjaan para pengemudi ojek daring yang acap kali menggantung.
Bhima menilai, praktik eks pejabat publik ataupun pejabat publik aktif yang rangkap jabatan di perusahaan digital masih berpotensi berlanjut. Selain penegakan hukum yang lemah, sikap dari pemerintah juga terkesan permisif terkait hal tersebut.
Sementara itu, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur S. Saragih menyebut bahwa UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebenarnya sudah mengatur soal praktik rangkap jabatan yang melibatkan para pejabat publik aktif dan nonaktif hingga komisaris BUMN di Indonesia.
Dalam pasal 26, seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain.
Kategori perusahaan yang dimaksud adalah berada dalam pasar bersangkutan yang sama, memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan/atau jenis usaha, serta secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan/atau jasa tertentu sehingga timbul praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.
Aturan tersebut menurut Guntur harus ditegakkan dengan tegas. Apalagi, komisaris merupakan posisi strategis dalam hal kebijakan perusahaan. “Potensi pelanggaran persaingan usaha antar pelaku usaha yang dirangkap menjadi terbuka,” tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News