kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.415.000   2.000   0,08%
  • USD/IDR 16.675   -17,00   -0,10%
  • IDX 8.549   40,08   0,47%
  • KOMPAS100 1.182   8,55   0,73%
  • LQ45 851   5,37   0,64%
  • ISSI 303   2,00   0,67%
  • IDX30 439   2,95   0,68%
  • IDXHIDIV20 506   2,43   0,48%
  • IDX80 132   0,73   0,55%
  • IDXV30 138   0,41   0,30%
  • IDXQ30 139   0,76   0,55%

Menilik Peluang dan Tantangan Bisnis Laundry


Senin, 01 Desember 2025 / 22:38 WIB
Menilik Peluang dan Tantangan Bisnis Laundry
ILUSTRASI. Manajemen PT Super Andalan Perkasa (SAP)


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis laundry terus berkembang di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan cuci pakaian yang cepat dan praktis. Meski potensi pasarnya besar, tidak sedikit usaha laundry yang justru merugi karena pengelolaan yang kurang tepat. 

Dengan jumlah penduduk mencapai 283 juta jiwa, Indonesia hanya memiliki sekitar 506 outlet laundromat. Artinya, satu outlet harus melayani sekitar 565.000 orang—rasio yang jauh tertinggal dari Malaysia, yang memiliki satu outlet untuk tiap 12.000 penduduk. Kondisi ini menandakan peluang bisnis yang masih sangat besar, namun juga menuntut kesiapan operasional yang matang.

Direktur PT Super Andalan Perkasa (SAP) sekaligus pionir laundry self-service di Indonesia, Erna Tamin, mengungkapkan bahwa banyak bisnis laundry tumbang bukan karena kurangnya permintaan, tetapi karena kesalahan mendasar dalam pengelolaan. 

Salah satu masalah terbesar adalah kecurangan internal. “Manipulasi nota, laporan fiktif, hingga markup pembelian bahan baku menjadi praktik yang kerap terjadi dan merugikan pemilik usaha,” kata Erna dalam keterangannya, Senin (1/12/2025).

Baca Juga: Diversifikasi Bisnis, ESTA Bangun Lapangan Padel dan Layanan Laundry di Kota Kecil

Untuk meminimalkan risiko tersebut, Erna menyarankan penggunaan sistem pembayaran cashless agar uang tunai tidak dipegang karyawan, serta memastikan pembelian kebutuhan operasional dilakukan langsung oleh pemilik usaha.

Kesalahan lain yang sering terjadi adalah penggunaan mesin cuci rumah tangga demi menghemat biaya. Padahal, mesin non-komersial tidak dirancang untuk beban berat dan pemakaian intensif. Akibatnya, mesin cepat rusak dan biaya operasional justru membengkak.

Erna menekankan pentingnya penggunaan mesin berkapasitas besar dengan konstruksi industrial grade yang mampu beroperasi 24 jam dan tahan banting sehingga mendukung keberlanjutan bisnis.

Selain faktor operasional, lemahnya strategi pemasaran juga menjadi penyebab kegagalan bisnis laundry. Menurut Erna, kesuksesan outlet dapat terlihat sejak hari pertama beroperasi.

Promosi pembukaan seperti layanan cuci gratis, pemasangan spanduk dan brosur, hingga menggandeng content creator menjadi langkah penting untuk memperkenalkan layanan kepada calon pelanggan dan membangun basis konsumen sejak awal.

Baca Juga: Perjalanan Wisata Diprediksi Naik 20%-30% Saat Libur Nataru 2025/2026

Secara keseluruhan, bisnis laundry di Indonesia memiliki peluang besar untuk berkembang, namun keberhasilannya sangat bergantung pada profesionalisme pengelolaan.

Mulai dari memastikan sistem pembayaran yang transparan, memilih mesin berstandar industri, hingga menjalankan promosi yang efektif, seluruh aspek tersebut harus dirancang dengan cermat.

Dengan fondasi yang kuat, pelaku usaha tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga berpeluang besar menjadi pemain dominan di pasar yang masih terbuka lebar.

Selanjutnya: Omnicom PHK 4.000 Karyawan Pasca Akuisisi IPG US$13 Miliar

Menarik Dibaca: Hunian Modern Kian Diminati, LIXIL Buka Experience Center di Bali

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×