Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan Indonesia tidak akan sembarangan mengekspor listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) ke Singapura tanpa adanya manfaat yang setimpal bagi Indonesia.
Sikap ini menuai tanggapan dari Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) dan para pakar. AESI menilai kepastian ekspor listrik hijau ke diperlukan bagi para investor di sektor energi baru dan terbarukan.
Baca Juga: Rencana Ekspor Listrik Hijau ke Singapura Dipertanyakan, Ini Risikonya
Ketua Umum AESI Mada Ayu Habsari mengungkapkan, salah satu anggota asosiasi mereka saat ini tengah menunggu keputusan terkait ekspor listrik hijau tersebut. Menurutnya, selama kesepakatan yang dibuat saling menguntungkan, maka proyek ini seharusnya didorong untuk direalisasikan.
"Dari dampak investasi, tentu investor akan mempertanyakan kapan ini akan dilaksanakan karena sudah dilakukan kegiatan MoU dengan EMA (Energy Market Authority) Singapura. Untuk itu, memang sebaiknya segera diputuskan bagaimana kelanjutan dari proses penjualan listrik tersebut agar dari sisi investor mendapat kepastian," kata Mada kepada Kontan, Minggu (16/2).
Mada menilai ekspor listrik hijau memiliki sisi positif dan negatif. Di satu sisi, jika Indonesia dapat menciptakan permintaan dalam negeri, maka bauran energi bersih di dalam negeri akan meningkat.
"Selain itu, menciptakan permintaan agar manufaktur dari industri PLTS bisa terlaksana tentu perlu mendapatkan pembeli energi terbarukan dengan skala besar," tambahnya.
Baca Juga: Menteri Bahlil Tahan Ekspor Listrik Hijau ke Singapura, AESI Beri Tanggapan
Sebelumnya, dalam Mandiri Investment Forum pada Selasa (11/2), Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan dirinya tidak menolak ekspor listrik hijau ke Singapura, namun Indonesia harus mendapatkan keuntungan yang seimbang.
“Saya bilang, ‘Saya akan kirim. Kita bersahabat kok. Saking baiknya kita, kita dukung terus Singapura.’ Sekarang kita mau tanya, kapan dia dukung kita?” ujar Bahlil.
Bahlil juga menyebut selain rencana ekspor listrik hijau, Singapura juga ingin memanfaatkan fasilitas carbon capture and storage (CCS) di Indonesia untuk menyimpan emisi dari industrinya. Namun, ia menegaskan bahwa kerja sama ini harus dilakukan secara adil dan saling menguntungkan.
“Oke, saya setuju juga. Akan tetapi, saya tanya, you kasih Indonesia apa? Jangan you minta aja, tetapi you enggak pernah kasih tahu apa yang mau dikasih ke kita,” tegas Bahlil.
Lebih lanjut, Bahlil menekankan Indonesia tetap mendukung kerja sama dengan Singapura, tetapi berharap agar hubungan kedua negara bersifat timbal balik dan tidak hanya menguntungkan satu pihak.
“Mudah-mudahan hasil pertemuan saya kemarin sudah sama-sama insaf, untuk perbaikan kerja sama antara kedua negara,” pungkasnya.
Baca Juga: Bauran Energi Surya Digeber dalam RPP KEN, Target Capai 32% di Tahun 2060