Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Perindustrian bersama Organisasi Perdagangan Eksternal Jepang atau Japan External Trade Organization (Jetro) hari ini membahas kelanjutan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia.
Hal ini sesuai roadmap yang dicanangkan pemerintah Indonesia punya target pada tahun 2025, populasi mobil listrik diperkirakan tembus 20% atau sekitar 400.000 unit dari 2 juta mobil yang diproduksi di dalam negeri. Hanya saja beberapa investor yang masuk masih menunggu kepastian regulasi pemerintah.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Harjanto, menjelaskan pembahasan regulasi kendaraan emisi karbon
rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV), termasuk di dalamnya kendaraan listrik sudah telah selesai dibahas di Kemperin.
Adapun penyusunan Perpres sebagai payung hukum sedang diformulasikan terutama mengenai persyaratan yang akan menggunakan fasilitas insentif. Dalam implementasinya nanti, pada tahap awal, rencananya akan diberlakukan dengan bea masuk nol persen dan penurunan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor listrik.
"Jadi makin rendah emisinya mereka bisa menikmati PPnBM 0%. Artinya secara volume kita perlu jumlah kendaraan yang dipakai konsumen yang bisa memberikan efek positif langsung ke pengurangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia," kata Harjanto usai acara Indonesia-Japan Automotive Seminar “Electrified Vehicle: Concept of xEV and Well to Wheel" di Gedung Kementerian Perindustrian, Selasa (29/1).
Sesuai arahan Menteri Perindustrian, Harjanto menyampaikan pengurangan bea masuk itu agar kendaraan listrik dapat diperkenalkan dan digunakan dahulu di Indonesia. Sehingga dengan adanya bea masuk impor kendaraan CBU untuk kendaraan listrik ini dapat meluas dan diterima masyarakat luas.
"Kita juga mendorong investor Jepang, Korea dan lainnya untuk bangun pabrik baterai dan industri komponen lain yang terkait kendaraan listrik. Kita harap terjadi
pendalaman industri sehingga saat nanti kita masuk era mobil listrik, baterainya sudah produksi dalam negeri," kata Harjanto.
Sebelumnya Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pernah menjelaskan terkait fasilitas fiskal, Kemenperin sudah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Setelah
disepakati dan sesuai arahan ratas, selanjutnya dikoordinasikan dengan Menko Perekonomian dan Kemaritiman untuk persiapan Perpresnya. Kemudian, Menteri Keuangan akan berkonsultasi dengan Komisi XI DPR.
"Pola insentif diperlukan. Dengan Jepang kita belajar implementasinya. Mereka menyampaikan berbagai subsidi yang diberikan," jelasnya.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto menjelaskan tiap anggota dari Gaikindo sejatinya siap untuk mengenalkan dan menjual kendaraan listriknya di Indonesia. Hanya saja tiap anggota menunggu aturan regulasi dan insentif yang jelas dari pemerintah untuk kendaraan LCEV tersebut. "Insentif tentu diperlukan misalnya dari pengurangan pajak. Misalnya perlu ada penurunan PPnBM untuk kendaraan listrik," kata Jongkie, Selasa (29/1).
Sedangkan secara infrastruktur menurutnya tak perlu semua dibebankan kepada pemerintah. Menurutnya dapat dalam pengembangan pengisian bahan bakar listrik bisa melibatkan swasta. "Misalnya Mal perbelanjaan atau hotel dapat menyediakan stasiun pengisian bahan bakar listrik. Itu sekaligus promosi buat mereka," jelasnya.
Yoji Ueda, Deputy Director-General, Manufacturing Industries Bureau, Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) menjelaskan sebagai negara yang menguasai 30% produksi industri otomotif secara global bertanggung jawab atas hasil emisi gas buang kendaraan tersebut. Untuk itu Jepang berusaha bekerjasama dengan negara lain yang salah satunya adalah Indonesia untuk dapat bersama-sama mengembangkan kendaraan yang ramah lingkungan.
"Penting untuk untuk mengembangkan kendaraan listrik namun tetap mempertimbangkan konsumsi energi, jumlah baterai dan infrastruktur masing-masing negara. Sehingga dapat ditetapkan kendaraan jenis apa yang sesuai di negara tersebut," kata Yoji dalam paparannya, Selasa (29/1).
Catatan saja, Kemenperin menyusun tujuh strategi untuk mendukung pengembangan LCEV. Pertama. dukungan insentif fiskal berupa Tax Holiday/ Mini Tax Holiday untuk Industri Komponen Utama seperti industri Baterai, industri motor listrik (Magnet dan Kumparan Motor) melalui PMK Nomor 35 tahun 2018 yang direvisi menjadi PMK Nomor 150 tahun 2018 dan dukungan Tax Allowance bagi investasi baru maupun perluasan.
Kedua, usulan Income tax deductions sampai dengan 300% untuk industri yang melakukan aktifitas R&D&D. Ketiga, usulan Harmonisasi PPnBM melalui revisi PP Nomor 41 Tahun 2013 Tentang PPnBM Kendaraan Bermotor. Keempat, mempercepat penerapan standar teknis terkait LCEV. Kelima, mendorong kewajiban ekspor, pendalaman proses dan melokalkan komponen utama di dalam negeri (kewajiban pada TKDN).
Keenam, usulan pengaturan khusus terkait Bea Masuk dan Perpajakan lainnya termasuk Pajak Daerah untuk mempercepat industri kendaraan listrik (Electrified Vehicle) di Indonesia. Terakhir, ekstensifikasi pasar ekspor baru melalui negosiasi kerjasama PTA (Preferential Tariff Agrement) dengan negara yang memiliki demand tinggi untuk
kendaraan bermotor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News