Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba) sedang lesu dara karena efek penyebaran Covid-19 yang masih massif. Efek dari itu, harga batubara kini terjerembab sementara banyak proyek smelter yang dibangun perusahaan tambang mineral terhenti lantaran distribusi alat sulit dilakukan ditambah lagi lembaga pembiayaan ogah mengucurkan pendanaan.
Meski dihantam dengan segudang masalah, perusahaan di sektor mineral dan batubara tersebut sampai saat ini tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Ini yang membuat sektor ini memiliki nilai lebih untuk membantu pemerintah dalam menekan pemutusan hubungan kerja saat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Pengembangan logam tanah jarang masih di tahap awal, begini prospek dan tantangannya
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja, hingga awal Juni 2020, kemungkinan ada sekitar 3 juta pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan akibat dampak akibat virus corona Covid-19. Yang membuat lega, menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak ada perusahaan pertambangan batubara dan mineral yang melakukan PHK.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif mengatakan kondisi saat ini tentu saja sangat berat bagi perusahaan pertambangan mineral dan batubara, ini tergambar dari target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor minerba yang diprediksi akan turun mencapai 20% dibandingkan dengan tahun 2019 yang mencapai Rp 45 triliun atau akan menjadi sekitar Rp 38 triliun saja, adapun kontribusi penghasil PNBP terbesar masih dipegang oleh perusahaan tambang batubara.
Penurunan PNBP itu lantaran harga batubara dengan kalori 4000 ke atas sejak bulan Februari sampai saat ini sudah turun US$ 17 per ton, sedangkan di bawah 4000 sudah turun US$ 14 per ton. Artinya, banyak perusahaan batubara yang kehilangan potensi keuntungan karena harga batubara terjun bebas terlalu lama.
Perlu diketahui, bahwa komponen PNBP di sektor minerba diperoleh dari SDA mineral dan batubara, pendapatan iuran tetap, pendapatan royalti, dan penjualan hasil tambang.
"Sekarang ada 30 produsen batubara minta produksi naik, ada 2 yang minta turun," ungkap dia dalam acara virtual zoom Agincourt Resources bersama wartawan, Kamis (16/7).
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) antisipasi potensi penurunan produksi batubara di tahun ini
Harapan para produsen batubara menambah produksi sudah barang tentu untuk menambah pendapatan di saat harga sedang rendah. Dengan volume yang bertambah akan mendatangkan pundi-pundi keuangan yang banyak.
Namun, logika itu dibantah oleh Irwandy lantaran dengan menambah produksi maka harga batubara di pasar global akan penuh sesak. Akibatnya harga batubara yang diharapkan naik malah bisa terjun bebas ke titik terendah.
Sejauh ini Irwandy belum mendapatkan data riil terkait nama-nama perusahaan batubara yang meminta kenaikan produksi batubara. "Ini apakah dikabulkan atau tidak, sebab harga batubara sedang turun. Kalau produksi ditambah tentu akan turun lagi harganya," imbuh dia.
Irwandi memaparkan, produksi batubara nasional pada tahun lalu mencapai 616 juta ton dan target tahun ini mencapai 550 juta ton. Sedangkan Domestic Market Obligation (DMO) tahun lalu realisasinya mencapai 138 juta ton dan tahun ini targetnya 230 juta ton.
Atas masalah harga batubara yang terus turun, Irwandy pernah mendengar bahwa produsen batubara dan mineral melalui asosiasi masing-masing pernah mengirimkan surat permohonan pemberian insentif, namun sampai saat ini permintaan itu tidak ditindaklanjuti lagi.
Sementara itu, di sektor mineral berbeda persoalannya, Irwandi mengatakan dampak Covid-19 membuat terhentinya pembangunan smelter karena sulitnya mendatangkan peralatan, tenaga kerja, dan pencairan dana pembangunan. Sedangkan masalah harga komoditas mineral tidak terlalu bermasalah.
"Pada 27 Maret-5 April 2020, operasi pemurnian logam mulia Antam di Pulogadung sempat terhenti," kata Irwandi.
Meski sempat terhenti, produksi logam mulia Antam kembali berjalan. "Kalau soal harga emas tidak ada matinya," kata dia.
Rachmat Lubis, Senior Manager Mining Agincourt Resources mengungkapkan, pihaknya saat itu juga merasakan atas terhentinya pabrik pemurnian Logam Mulia Antam. "Sempat terhenti karena tidak operasi, tetapi produk yang sudah dikirimkan oleh kami itu kini telah diproduksi lagi," ungkap dia.
Baca Juga: Belum revisi RKAB, Bukit Asam (PTBA) lakukan kajian perkembangan pasar batubara
Sementara, kata Rachmat, dampak Covid-19 secara umum terhadap produksi perusahaan tidak ada sama sekali.
Sebab, para pekerja masih melakukan aktivitas dengan normal sehingga produksi yang diharapkan bisa naik pada Semester I-2020 ini. "Bahkan ada sedikit kenaikan di Semester I-2020," kata dia.
Dia mengatakan pihaknya memang menerapkan lockdown terhadap pekerja di area tambang untuk meminimalisir penyebaran Covid-19.
Saat lockdown berlangsung, perusahaan memberikan area penginapan khusus atau semacam camp bagi pekerja agar tetap bisa bekerja di area tambang. "Pintu gerbang kami tutup saat itu, tetapi kini sudah buka lagi," imbuh dia.
Asal tahu saja, penjualan emas PT United Tractors Tbk (UNTR) menjual 18.000 ounces emas melalui entitas usahanya Agincourt Resources periode Januari-April 2020 sebesar 113.000 ounces. Adapun targetnya tahun ini bisa menjual 360.000 ons hingga 370.000 ons emas.
Rahmat menegaskan, meski diterpa oleh pandemi Covid-19 sejauh ini Agincourt Resources pihaknya optimistis masih bisa mengejar target yang ditetapkan, bahkan perusahaan tidak berpikir untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para karyawan. "Kami tidak melakukan PHK sama sekali," kata dia.
Irwandi memuji daya tahan dari perusahaan di sektor mineral dan batubara yang tidak melalukan PHK terhadap para karyawannya hingga saat ini meski bisnis tambang sedang sulit karena pandemi Covid-19.
Produksi Emas
Sementara itu, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif mengatakan saat ini ada sekitar 28 perusahaan tambang emas, hanya satu yang memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi emas yakni PT Freeport Indonesia.
Saat ini, Freeport sedang masuk dalam tahap penutupan tambang terbuka dan masuk ke underground mining sehingga produksinya pun otomatis bakal turun. "Jadi bukan saja karena Covid-19 produksi emas nasional turun, tetapi juga karena Freeport sedang masuk masa transisi ke tambang bawah tanah," kata dia.
Baca Juga: Tahun ini, pemerintah targetkan reklamasi bekas lahan tambang seluas 7.000 hektare
Irwandi mengatakan, produksi emas tahun ini ditargetkan mencapai 100 ton, hingga Mei 2020 produksi emas baru mencapai 9,98 ton.
Sedangkan dari tahun ke tahun produksi emas memang stabil yakni pada tahun 2015 produksi emas 97,44 ton, tahun 2016 mencapai 91,08 ton, tahun 2017 sebanyak 101,52 ton, tahun 2018 produksi emas menjulang tinggi mencapai 135.25 ton, dan turun lagi di tahun 2019 mencapai 109,02 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News