kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minyak seret, perusahaan migas pilih panas bumi


Senin, 18 Januari 2016 / 11:17 WIB
Minyak seret, perusahaan migas pilih panas bumi


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Harga minyak bumi yang tiarap mendorong perusahaan jasa pengeboran minyak dan gas (migas) putar otak. Sejumlah perusahaan memilih memanfaatkan alat bor untuk menggarap bisnis pengeboran panas bumi.

Sebut saja PT Apexindo Pratama Duta Tbk. Perusahaan berkode APEX di Bursa Efek Indonesia itu baru saja mendapatkan kontrak sewa rig untuk pengeboran panas bumi milik PT Pertamina Geothermal Energy di Lahendong, Sulawesi Utara. Nilai kontraknya US$ 15,8 juta.

Itu bukan debut perdana Apexindo. Paolo Kartadjoemena, Investor Relation PT Apexindo Pratama Duta Tbk bilang, perusahaanya sudah menggarap bisnis jasa panas bumi sejak 1994. Klien bisnis mereka waktu itu adalah Unocal Corporation dan Chevron.

Sementara Medco Power nyemplung dalam bisnis listrik swasta alias independent power producers (IPP) untuk proyek pembangkit listrik listrik tenaga panas bumi (PLTP)  di Sarulla, Silangkitang Tapanuli Utara. Total investasi perusahaan yang didirikan oleh taipan Arifin Panigoro tersebut, sebesar US$ 1,6 miliar.

Direktur Utama Medco Power Fazil E. Alfitri mengatakan, alasan  Medco Power tertarik menggarap bisnis panas bumi karena sejalan dengan visi mereka. Perusahaan itu ingin mengembangkan pembangkit listrik yang ramah lingkungan.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak mengakui, biaya investasi bisnis panas bumi memang besar. Biaya pengeboran di satu wilayah kerja (WK) saja mencapai US$ 7 juta.

Sementara untuk WK di atas 50 megawatt, sebuah perusahaan minimal harus mengebor tiga sumur. Jadi total biaya investasi mencapai US$ 21 juta.

Meskipun begitu, biaya investasi yang besar setara dengan hasil yang didapatkan. Apalagi ada harga patokan panas bumi yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM 17/2014. "Asalkan lingkungan di sekitar permukaan tersebut terus dijaga karena panas bumi butuh lingkungan yang hijau," ucap Yunus kepada KONTAN, Kamis (14/01).

Alasan itulah yang membikin Star Energy rela berinvestasi dalam PLTP Wayang Windu berkapasitas 227 MW di Pengalengan, Jawa Barat. "PLTP tersebut akan terus menerus tanpa berhenti sepanjang tahun menghasilkan listrik 227 MW," ujar Presiden Direktur Star Energy Rudy Suparman kepada KONTAN, Kamis (14/01).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×