kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mitigasi dampak pandemi, industri hulu migas dinilai perlu kucuran insentif


Minggu, 03 Mei 2020 / 21:05 WIB
Mitigasi dampak pandemi, industri hulu migas dinilai perlu kucuran insentif


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Corona (Covid-19) telah membuat industri hulu minyak dan gas bumi (migas) sempoyongan. Tak hanya tekanan harga yang anjlok hingga di bawah US$ 20 per barel, sejumlah proyek hulu migas pun mengalami hambatan, bahkan penundaan.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pun telah memproyeksikan sejumlah kegiatan eksplorasi tak bakal mencapai target yang dipatok sebelum masa pandemi.

Baca Juga: Harga BBM belum turun, Pertamina terus pantau harga minyak global dan kondisi pasar

Dalam kondisi seperti ini, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan berpandangan bahwa kegiatan eksplorasi dan rencana pengembangan lapangan atau Plan of Development (PoD) akan tertahan. Sebab, Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) dan investor akan ada diposisi wait and see.

Alhasil, Mamit memperkirakan investasi di hulu migas bisa melorot hingga 33% dari target investasi yang dipatok sebelum pandemi. Kondisi ini dengan mempertimbangkan tren harga minyak yang tidak menguat signifikan di level US$ 20-an per barel, pergerakan nilai kurs dan juga dampak pandemi terhadap proyek yang direncanakan.

"Potensi KKKS untuk berinvestasi akan terganggu. Mereka juga akan kehilangan opportunity dalam mengembangkan Wilayah Kerja (WK) untuk menemukan potensi sumur migas yang akan dibor dan dikembangkan," kata Mamit saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (3/5).

Adapun, target investasi sektor migas tahun ini sekitar US$ 15 miliar. Dari jumlah tersebut, sebesar US$ 13,8 miliar berasal dari sektor hulu migas.

Baca Juga: Ada listrik gratis bagi bisnis dan industri kecil, PLN dinilai butuh tambahan subsidi

Di tengah kondisi ini, tak hanya KKKS yang sempoyongan, namun juga perusahaan jasa penunjang migas yang ikut terpukul akibat adanya pengurangan atau penundaan kegiatan di hulu migas. Menurut Mamit, kondisi ini dikhawatirkan tidak hanya berdampak negatif bagi kinerja operasional, namun meluas yang rawan mendatangkan masalah sosial.

"Jika berlangsung lama, dikhawatirkan ada pengurangan pekerja di industri penunjang migas, mengingat perusahaan tidak mau menanggung terlalu lama dampak dari penundaan (proyek hulu migas) ini," sambung Mamit.

Oleh sebab itu, Mamit menilai seluruh perusahaan yang bergerak di hulu migas yang sedang berproduksi dan melakukan kegiatan eksplorasi layak dikucurkan insentif. Menurutnya, insentif yang paling dibutuhkan dan memungkinkan untuk diberikan pemerintah ialah relaksasi pajak. Terutama untuk KKKS yang sudah menggunakan skema gross split.

Selain mengurangi beban perusahaan, tambah Mamit, insentif ini juga akan menjaga penurunan investasi. "Kalau ada insentif paling tidak (penurunan investasi) bisa bertahan di level 20%," katanya.

Baca Juga: Ini alasan Indah Kiat Pulp and Paper (INTP) tetap tawarkan obligasi di tengah pandemi

Senada, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro juga berpandangan bahwa pemerintah perlu memberikan terobosan dalam pemberian insentif. Alih-alih mengoptimalkan target, pelaku industri migas saat ini banyak yang kesulitan untuk sekadar bertahan.

Apalagi, dengan kondisi saat ini, Komaidi memperkirakan dampak dari pandemi corona yang menghambat sejumlah proyek hulu migas masih akan berlanjut untuk tahun mendatang. Untuk meminimalkan risiko itu, Komaidi berpendapat agar KKKS atau perusahaan yang sedang melakukan eksplorasi bisa mendapatkan prioritas.

Sebab jika eksplorasi terhambat, maka potensi untuk menemukan atau menambah cadangan baru makin sulit diraih. Begitu juga dengan pekerjaan untuk perusahaan jasa penunjang migas yang pasti akan terpukul.

"Perlu terobosan insentif agar minimal industri dapat bertahan dulu. Jika tidak, kemungkinan masih akan berimbas lebih dari tahun ini," kata Komaidi.

Baca Juga: Terpukul corona, perusahaan Warren Buffett catat rekor kerugian hampir US$ 50 miliar

Dihubungi terpisah, Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengamini bahwa kondisi saat ini sangat memprihatinkan. Bahkan dalam jangka menengah, masa depan produksi migas nasional juga terancam semakin turun. Apalagi jika kegiatan eksplorasi kian minim, maka cadangan migas baru semakin semakin kecil.

Insentif, kata Nanang, sangat diperlukan oleh pelaku usaha hulu migas. Paling tidak, agar kondisi keuangan perusahaan bisa tetap terjaga. "Tentu (perlu insentif). Supaya bisa memperbaiki cash flow dan revenue perusahaan," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Minggu (3/5).

Dalam pemberitaan sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto bersama KKKS mengajukan sembilan permintaan kepada pemerintah. Yakni, pertama, penundaan biaya pencadangan Abandonment Site Restoration (ASR).

Kedua, pemberlakuan tax holiday untuk pajak penghasilan bagi semua WK. ketiga, penundaan atau penghapusan PPN LNG melalui penerbitan revisi PP 81. Keempat, kebijakan tidak mengenakan biaya pada Barang Milik Negara Hulu Migas yang ditargetkan kepada semua WK yang baru menandatangani kontrak kerja sama di WK Eksploitasi.

Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) kalkulasi ulang rencana produksi dan penjualan tahun 2020

Kelima, penghapusan biaya pemanfaatan Kilang LNG badak sebesar US$ 0,22 per mmbtu bagi semua WK yang produksi gasnya masuk ke sistem Kalimantan Timur. Keenam, pemberlakuan penundaan atau pengurangan hingga 100% dari pajak-pajak tidak langsung kepada WK Eksploitasi.

Ketujuh, adanya dukungan dari Kementerian Keuangan serta Kementerian Perindustrian khususnya yang membina industri pendukung hulu migas (industri baja, rig, jasa dan
service, dll) terhadap pembebasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas (pemboran, dll).

Kedelapan, dukungan agar gas dapat dijual dengan harga diskon untuk volume di antara ketentuan take or pay (TOP) dan daily contract quantity (DCQ). Terakhir, pemberian insentif pada semua WK dengan tujuan untuk memberikan perbaikan keekonomian pengembangan lapangan.

Baca Juga: RUU Minerba Memuat 13 Isu Krusial Pertambangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×