Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen makanan dan minuman Swiss, Nestle S.A dikabarkan akan memperketat pemeriksaan pasokan biji kopi yang berasal dari Indonesia dan Brasil terhitung sejak 1 Oktober.
Mengutip pemberitaan Bloomberg (27/09), hal ini dilakukan setelah ditemukannya kandungan pestisida berjenis weedkiller glysophate yang mendekati ambang batas yang diperbolehkan pada biji kopi dari beberapa negara pemasok.
Baca Juga: Korindo turut dukung pembangunan infrastruktur di Boven Digoel
Menanggapi hal ini, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) mengaku tidak khawatir. Menurut Ketua Departemen Speciality & Industri BPP AEKI, Moelyono Soesilo mengatakan bahwa sekalipun terjadi penurunan ekspor, angka penurunan ekspor biji kopi lokal yang ditimbulkan tidak akan signifikan.
“Prosentase biji kopi Indonesia yang dipakai oleh Nestle S.A, itu jumlahnya sudah tidak terlalu besar, sudah tergantikan dengan pasokan biji kopi dari Vietnam,“ ujar Moeyono kepada Kontan.co.id.
Lebih jauh, Moelyono mengatakan bahwa isu batasan kandungan pestisida dalam biji kopi sudah menjadi fokus AEKI sejak sepuluh tahun silam. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan negara-negara tujuan ekspor yang rata-rata memang memiliki standar batasan kandungan pestisida pada biji kopi yang lebih tinggi dari Indonesia.
Meski begitu, Moelyono mengatakan bahwa AEKI akan melakukan sejumlah langkah antisipasi untuk menjaga agar ekspor biji kopi Indonesia tidak terganggu. Salah satu langkah yang dilakukan yakni di antaranya dengan cara mengecek kadar kandungan weedkiller glysophate yang ada pada biji lokal.
Selanjutnya, AEKI juga akan melakukan pendekatan dengan importir-importir biji kopi lokal yang menjadi sasaran ekspor untuk melihat kesesuaian kadar kandungan biji kopi lokal dengan standar batas kadar kandungan weedkiller glysophate yang diterapkan di negara-negara tujuan ekspor.
Baca Juga: Sinar Mas Agro (SMAR) targetkan produksi tumbuh 5% tahun ini
Terakhir, AEKI akan terus melakukan edukasi kepada petani agar menghindari penggunaan pestisida yang tidak diperbolehkan. Menurut Moelyono, berdasarkan kandungannya, pestisida dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu pestisida golongan merah, kuning, dan hijau.
Dalam penggolongan tersebut, pestisida merah merujuk kepada pestisida yang mengandung zat-zat yang memang dilarang lantaran berpotensi merusak lingkungan ataupun menimbulkan bahaya tertentu bagi kesehatan manusia. Oleh karenanya penggunaannya memang tidak diperbolehkan.
Selanjutnya, pestisida golongan kuning merujuk kepada pestisida dengan kandungan zat-zat yang diperbolehkan namun dibatasi kadar penggunaannya. Sementara itu, pestisida golongan hijau merupakan pestisida yang murni mengandung zat-zat organik yang aman untuk lingkungan serta tidak berbahaya bagi kesehatan.
Dalam hal ini, AEKI akan berusaha melakukan edukasi kepada petani kopi lokal agar menggunakan pestisida hijau ataupun pestisida kuning dengan kadar yang diperbolehkan.
Selain itu AEKI juga berharap agar Kementerian Pertanian ataupun pihak berwenang lainnya dapat melakukan pengawasan terhadap biji kopi lokal untuk memastikan jenis ataupun kadar pestisida yang dikandung.
Baca Juga: Kementan didesak membangun korporasi pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan
Menurut keterangan Moelyono, angka rata-rata ekspor biji kopi lokal setiap tahunnya bisa berada di kisaran 250.000 ton - 280.000 ton per tahun. Sementara itu, angka rata-rata produksi biji kopi dalam negeri adalah sebesar 600.000 ton per tahun.
Sebagian besar penjualan biji kopi secara ekspor masih ditunjang oleh penjualan ekspor ke Amerika Serikat dengan persentase paling besar, yakni sekitar 15% dari total ekspor. Sementara itu, sebanyak 35% penjualan ekspor ditopang oleh penjualan ekspor ke Jerman, Jepang, Inggris, dan Italia. Sementara itu, sebanyak 50% sisanya diekspor ke lebih dari seratus negara lainnya seperti Singapura, Mesir, Aljazair, dan lain-lain.
Berdasarkan proyeksi Moelyono, ekspor kopi tahun ini diperkirakan bisa mencapai 180.000 ton. Hingga Agustus 2019, Moelyono mencatat realisasi ekspor biji kopi lokal sudah mencapai 105.000 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News