Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang saat ini, setidaknya menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mendapatkan izin untuk mengelola tambang yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dinilai berpotensi besar menggandeng mitra.
Mitra yang dimaksud dalam hal ini adalah kontraktor untuk membantu mengurus lahan tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang diberikan pemerintah kepada mereka.
Baca Juga: Muhammadiyah Akan Kelola Tambang Batubara PKP2B Bekas Adaro
Menurut Pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, jika merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengatur Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, maka NU dan Muhammadiyah hanya memiliki waktu kontrak selama 5 tahun, terhitung sejak PP tersebut diteken saat itu oleh Presiden Jokowi, yaitu pada 30 Mei 2024.
Dengan waktu yang menurutnya cukup singkat untuk mengurus tambang, Fahmy bilang keduanya perlu bekerjasama dengan kontraktor agar bisa mempercepat produksi sebelum masa kontrak habis.
"Mengurus izin saja, butuh waktu lama, saya perkirakan butuh setahun. Nah, kemudian tinggal lakukan tahap penambangan. Kalau dilakukan sendiri akan memakan waktu lebih lama lagi, karena kita bicara mengenai pengalaman praktisnya di batu bara," ungkap Fahmy saat dihubungi Kontan, Minggu (12/01).
Baca Juga: Menteri ESDM : Muhammadiyah Bakal Kelola Tambang PKP2B Bekas Adaro
Fahmy menambahkan, kedua ormas perlu menemukan kontraktor terlatih agar dalam jangka waktu dua tahun, tambang eks PKP2B dapat menghasilkan batu bara seperti yang diharapkan.
"Tapi kalau dengan kontraktor yang sudah terlatih, barangkali tahun kedua dia bisa menambang," tambahnya.
Di samping Pekerjaan Rumah (PR) bagi para ormas untuk menemukan kontraktor handal, menurutnya kontrak 5 tahun yang diberikan pemerintah kepada ormas sangat pendek.
Belum lagi, para ormas tidak bisa bekerjasama dengan perusahaan pemilik PKP2B sebelumnya.
Seperti yang tertulis pada PP 25/2024 pasal 83 A ayat 5 berikut:
"Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (41) dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya," tulis peraturan tersebut.
Baca Juga: Ormas Keagamaan Mulai Bentuk Badan Usaha Kelola Tambang
Ia mengungkap, jika ada batasan mengenai kerjasama, ada potensi kedua ormas keagamaan ini bertukar pemegang PKP2B.
"Kalau mau mudah saling tukar saja. Kalau Muhammadiyah dapat bekas Adaro, nanti Adaro bekerjasama dengan NU. Kemudian yang eks (PKP2B) NU tadi bersama dengan Muhammadiyah," kata dia.
Asal tahu saja, hingga saat ini hanya ada dua ormas keagamaan yang menerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) untuk mengelola lahan tambang eks PKP2B. Yang pertama adalah NU yang telah menerima bekas lahan tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang berlokasi di Kalimantan Timur.
Dan Muhammadiyah yang menurut Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia pada Jumat (10/01) lalu akan diberikan bekas lahan tambang PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Fahmy, disamping itu juga menagih janji Bahlil yang saat masih menjabat sebagai Menteri Investasi/BKPM menyebut akan mencarikan kontraktor bagi para ormas pengelola tambang.
Baca Juga: NU Bentuk PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara untuk Kelola Tambang
"Bahkan Pak Bahlil juga sempat mengatakan nanti akan dicarikan partnernya atau kontraktornya, jadi dibantu oleh pemerintah itu ya," ungkap Fahmy.
Dalam catatan Kontan pada Juni 2024, janji ini memang pernah diungkap Bahlil, ia mengungkap bahwa pemerintah akan ikut membantu dan menjamin kontraktor yang bekerjasama dengan para ormas adalah yang betul profesional.
"Nanti kita cari formulasi, kontraktor yang mengerjakan itu adalah kontraktor yang betul-betul profesional dan tidak boleh ada conflict of interest dengan pemegang izin PKP2B," kata Bahlil dalam konferensi pers, Jumat (7/6).
Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan, Bisman Bakhtiar mengatakan sangat wajar jika ormas termasuk ormas keagamaan tidak mempunyai kemampuan dan kapasitas di pengusahaan pertambangan karena memang tidak punya pengalaman di bidang tersebut.
"Modal dan pendanaan juga pasti masih sangat terbatas, serta masih perlu tenaga ahli dan profesional, sehingga memang perlu bekerja sama dengan pihak lain. Karena itu, ormas-ormas ini jangan sampai salah memilih mitra karena akan terkait pada penyusunan strategi, pengurusan berbagai hal lain, serta operasional di lapangan," ungkap Bisman.
Baca Juga: MK Tolak Gugatan, Ada Potensi Ormas Keagamaan Penerima Tambang Bertambah
Adapun, ia menekankan kepada kedua ormas jika ingin bekerjasama dengan kontraktor juga membahas mengenai bagi hasil dari tambang dan menuangkannya dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS).
"Masalah bagi hasil harus dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama, yang termasuk mengatur tentang hak dan kewajiban serta risiko dan masalah yang akan dihadapi, agar ke depan tidak bermasalah secara hukum dan terjadi sengketa," kata Bisman.
Selanjutnya: 11 Makanan yang Bisa Turunkan Kolesterol Tinggi, Pas Buat yang Punya Kolesterol
Menarik Dibaca: 4 Makanan yang Tidak Boleh Dimakan saat Minum Kopi, Awas GERD!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News