Reporter: Dimas Andi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nasib industri tekstil dan produk tekstil (TPT) makin suram. Satu per satu produsen TPT dilanda masalah yang berujung pada penghentian kegiatan operasional.
Terbaru, PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) menghentikan sementara salah satu unit produksi pabrik kimia dan serat di Karawang, Jawa Barat mulai 1 November 2024 lalu. Emiten ini menghadapi tren penurunan operasi hingga kuartal III-2024, di mana utilisasi perusahaan diperkirakan berada di bawah level 40%.
"Faktor eksternal berupa kelebihan pasokan global masih menjadi penyebab turunnya permintaan," urai Direksi Perseroan dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (1/11).
Selain itu, POLY juga menghadapi tekanan signifikan terhadap modal kerja dan belanja modal seiring proses restrukturisasi utang perusahaan yang tak kunjung selesai sejak 2005.
Penghentian pabrik yang telah eksis selama tiga dekade ini akan berdampak pada koreksi pendapatan tahunan POLY hingga 52%. Dalam periode 60 hari sejak penghentian operasional, Manajemen POLY akan mereposisi model usaha untuk menyesuaikan konfigurasi produk yang akan ditawarkan pada saat pabrik kembali dioperasikan.
Baca Juga: Jangan Fokus di Sritex
POLY tengah bernegosiasi dengan pihak ketiga dalam rangka memperoleh pendanaan modal kerja baru dan aktif menindaklanjuti sejumlah kerja sama dengan pihak eksternal untuk memaksimalkan fasilitas produksi perusahaan. "Kami secara proaktif mempercepat pembahasan konsep restrukturisasi dengan semua kreditur untuk memberi akses yang normal bagi perusahaan ke perbankan," jelas Direksi Perseroan.
Emiten TPT lainnya yang terancam pailit adalah PT Pan Brothers Tbk (PBRX). Perusahaan ini. Perusahaan ini masih berjuang melakukan restrukturisasi di tengah periode Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Masa perpanjangan PKPU Pan Brothers akan berakhir pada 22 November 2024 mendatang di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Ketika keputusan perpanjangan PKPU diberlakukan pada 25 Juli silam, Manajemen PBRX berkomitmen mengikuti seluruh prosedur yang PKPU yang berlaku. "Kegiatan usaha dan operasional perusahaan masih berjalan normal," ujar Ditektur Pan Brothers Fitri Ratnasari Hartono dalam keterbukaan informasi akhir Juli lalu.
Di luar itu, tentu ada PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang dinyatakan pailit hingga membuat Presiden Prabowo Subianto memerintahkan empat kementerian untuk menyusun strategi penyelamatan Sritex.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, maraknya peredaran pakaian jadi impor ilegal tak hanya merugikan bagi pelaku usaha hilir TPT, melainkan juga berimbas ke sektor intermediate dan hulu industri ini. Tak heran apabila banyak produsen TPT dari hulu hingga hilir yang berguguran. "Saat ini utilisasi di sektor hulu TPT tinggal 40%," ujar dia, Minggu (3/11).
APSyFI juga menyoroti pernyataan Menko Ekonomi Airlangga Hartanto terkait potensi masuknya 15 investor baru di sektor TPT ke Indonesia. Ketimbang sekadar memberi angin surga, pemerintah mesti fokus lebih dahulu memberantas praktik impor ilegal dan iklim investasi sektor TPT. Jika hal itu sudah diperbaiki, maka dengan sendirinya para investor baru melakukan ekspansi ke pasar TPT nasional.
"Kalau iklim usaha Indonesia masih buruk seperti sekarang, investor akan lebih tertarik ke negara-negara seperti Vietnam, Laos, dan Kamboja," terang Redma.
Tak ketinggalan, Redma menilai bahwa upaya pemerintah untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tidak akan efektif jika mafia impor ilegal yang melibatkan oknum pejabat pemerintahan tidak diberantas.
Baca Juga: Menko Airlangga: 15 Investor Asing Jajaki Industri Tekstil Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News