Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sektor properti terus dihantam sentimen negatif hampir sepanjang tahun ini. Berdasarkan survei Indonesia Property Watch (IPW), tingkat penjualan pada kuartal III tahun ini kembali mengalami penurunan sebesar 9,4% dibandingkan kuartal II 2014. Padahal tingkat penjualan properti di kuartal II 2014 sendiri sudah mengalami penurunan tipis sebesar 0,9% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Penurunanan juga terjadi untuk jumlah unit terjual sebesar 25,7% dibanding kuartal II tahun ini. Padahal pada kuartal II 2014 telah terjadi kenaikan sebesar 6,9%. Total nilai transaksi penjualan pasar perumahan di wilayah Jabodebek-Banten tercatat mencapai sekitar Rp 1.29 triliun. Sektor pasar perumahan pun semakin bergeser ke segmen menengah dengan komposisi 45,3% dibandingkan dengan segmen kecil sebesar 43,5% dan segmen atas sebesar 11,2%.
Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch Ali Tranghanda menyebut ada faktor penurunan penjualan properti di kuartal III. Pertama, adanya kenaikan harga tanah yang terjadi dalam dua sampai tiga tahun belakangan. Hal ini membuat para pengembang relatif ‘terjebak’ dengan patokan harga yang sudah tinggi. Sehingga membuat para pengembang kesulitan mematok harga jual. "Banyak pengembang yang kesulitan untuk membangun rumah menengah sampai atas karena harga tanah yang sudah tinggi tidak terjangkau oleh daya beli yang ada. Untuk kalangan investor sekalipun, harga rumah yang tinggi dinilai sudah tidak rasional lagi," tulisnya.
Harga tanah yang sudah cukup tinggi ini juga membuat lokasi pembangunan perumahan menengah pun relatif semakin menjauh dari pusat kota. Siasat lainnya yang dikembangkan oleh pengembang adalah dengan mulai memilih untuk membangun perumahan secara vertikal dan mengambil segmen pasar apartemen bagi kalangan menengah. Pasar berangsur-angsur bergeser ke segmen menengah dengan menyasar kaum end user.
Faktor kedua adalah tingkat suku bunga Kredit Pembelian Rumah (KPR) yang masih cukup tinggi. Bagi kalangan konsumen yang menggunakan KPR, suku bunga yang cukup tinggi menghambat mereka untuk membeli rumah. Pengmabngan pun tidak kurang akal, mereka mulai menyiasati suku bunga tinggi dengan cara memberikan cicilan uang muka yang dapat diangsur bahkan selama 3 tahun. Hal ini juga sebagai antisipasi pihak pengembang dalam hal pengetatan penjualan rumah secara inden yang diberlakukan Bank Indonesia.
Faktor ketiga, adanya kondisi pilitik yang belum terlalu kondusif membuat penjualan rumah melambat. Ali menyebut aksi wait and see oleh investor maish terus berlanjut pasca selesainya pemilu. Hal ini dipicu oleh manuver-manuver politik yang terjadi di parlemen berhasil membuat khawatir beberapa pihak akan kondisi perekonomian mendatang. Di sisi lain, hal ini membuat banyak pengembang yang memilih untuk tidak menaikkan harga tanahnya sambil menunggu perkembangan politik selanjutnya.
Ali pun memprediksi hingga akhir tahun 2014, pasar masih akan tetap mengalami perlambatan bahkan jika proses transisi ke pemerintahan baru relatif berjalan lancar. Hal ini lebih dikarenakan pasar perumahan saat ini masih mencari bentuk keseimbangan baru setelah terjadi percepatan yang signifikan dua tahun belakangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News