kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pebisnis migas menolak tiga poin RUU Migas


Senin, 13 April 2015 / 10:11 WIB
Pebisnis migas menolak tiga poin RUU Migas
ILUSTRASI. Film A Star is Born dan beberapa tayangan lain yang memiliki tema cerita tentang suicide atau bunuh diri.


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) masih menuai pro dan kontra. Pasalnya, dalam rancangan beleid ini, ada beberapa hal yang menimbulkan pertanyaan bagi pelaku industri migas.

Pertama, dalam RUU Migas ini, ada wacana pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khusus hulu maupun BUMN khusus hilir. Nantinya, para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) diwajibkan menjalin kontrak dengan BUMN khusus tersebut.

Kedua, kontrak yang dilakukan KKKS tersebut akan dikenakan royalti dan pajak. Pada beleid sebelumnya, KKKS hanya menggunakan konsep kerjasama kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract (PSC).

Ketiga, perusahaan yang menjadi KKKS diwajibkan menjual hasil olahan ladang migas mereka kepada BUMN khusus tersebut. Tak hanya itu, KKKS diminta membeli hasil migas dari BUMN khusus tersebut.

Konsep yang tertuang dalam RUU ini ditolak tegas oleh beberapa pelaku industri migas. Salah satu yang menolak adalah Sammy Hamzah, Chief Executive Officer (CEO) PT Energi Pasir Hitam Indonesia (Epindo).

Sammy meminta agar pihak terkait segera mengubah RUU tersebut agar relevan dan tidak mengebiri hak industri migas. "Dalam hal ini (RUU Migas), kebebasan pemegang kontrak nantinya dibatasi," kata Sammy kepada KONTAN, Minggu (12/4).

Sammy menilai, pembentukan SKK Migas menjadi BUMN Khusus sama dengan menyerahkan kewenangan pemerintah ke swasta. "Yang menjadi masalah adalah hak untuk pengelolaan mineral akan ada di tangan swasta," tegas Sammy.

Sammy berharap, rencana pemberian kewenangan besar kepada BUMN Khusus itu ditinjau ulang kembali. Jika tidak, Sammy khawatir tak ada investor yang mau berinvestasi di sektor hulu migas. "Kontraktor pada dasarnya ingin kejelasan aturan. Satu yang paling mereka khawatirkan saat ini adalah berlakunya UU Migas," kata dia.

Sistem Orde Baru

Sammy menilai, kewenangan dari BUMN Khusus itu mirip dengan kewenangan Pertamina di zaman Orde Baru. Waktu itu, pengelolaan sektor migas diserahkan ke Pertamina. "Yang mengelola bukan pemerintah," kata Sammy.

Kritikan hampir serupa juga disampaikan Presiden Direktur dan CEO MedcoEnergi Lukman Mahfoedz. Ia menyatakan bahwa kewenangan BUMN Khusus bisa membonsai bisnis migas di Indonesia. "BUMN khusus ini mempersempit kerjasama antara KKKS dengan pihak swasta lain karena semua kontrak akan diserahkan ke BUMN khusus," ungkap Lukman.

Sebagai gambaran, draf RUU Migas menyatakan, KKKS nantinya bisa mengelola satu Wilayah Kerja (WK) saja. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Widhyawan Prawiraatmadja, Ketua Unit Pengendalian Kinerja dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Widhyawan bilang, jika perusahaan KKKS ingin mengelola WK migas lain, dia harus mendirikan anak usaha. "Harus bentuk anak usaha baru agar bisa kelola WK lain, saat ini juga seperti itu," klaim Widhyawan.

Ia juga membenarkan bahwa konsep BUMN khusus sama dengan konsep Pertamina di zaman Orde Baru. Ini sesuai dengan UU No 8/1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Soal penerapan royalti dan pajak dalam RUU Migas Widhyawan mengatakan, itu merupakan keputusan Mahkamah Konstitusi. "Tapi ini masih pembahasan karena RUU ini belum final," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×