Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Dalam Draf Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) yang dibuat oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disebutkan, bahwa akan dibentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus. Ternyata, nantinya BUMN Khusus tersebut akan menerapkan sistem pembayaran royalty and tax di dalam pengusahaan Wilayah Kerja (WK) minyak dan gas bumi (migas).
Dalam draf tersebut, pemerintah mewajibkan pembayaran royalti and tax dalam setiap izin usaha migas yang diterbitkan. Sistem pungutan tersebut untuk menggantikan kontrak kerjasama yang selama ini digunakan di industri migas atau biasa disebut Production Sharing Contract (PSC).
Ketua Unit Pengendalian Kinerja Kementerian ESDM, Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, jika memang mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi harus menganut sistem royalty and tax. "Dapat izin dari MK untuk menggunakan royalty and tax," jelas dia, di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (10/4).
Penerapan konsep royalty and tax, jelas Widhyawan akan diberlakukan oleh PT Pertamina (Persero) dan BUMN Khusus, yang diketahui perubahan bentuk dari Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ke depannya.
Namun, terang Widhyawan. Bukan berarti BUMN Khusus tidak lagi menerapkan konsep PSC. Sebab nantinya, BUMN khusus ini yang nantinya diwajibkan untuk bekerjasama dengan perusahaan migas swasta lainnya.
Penerapan sistem pembayaran royalti and tax ini sebenarnya bukan hal baru bagi Pertamina, sebab UU Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan, Minyak dan Gas Bumi sebelumnya pernah mengatur mengenai hal tersebut.
"Dua-duanya, Pertamina dan BUMN khusus. Tapi bedanya BUMN Khusus berkontrak dengan yang lain tapi yang satunya (Pertamina) kerja sendiri," jelasnya.
Pemerintah masih terus menggodok draf amandemen UU Migas yang nantinya akan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain penerapan royalti dan tax, pemerintah juga akan tetap memberi keleluasaan bagi Pertamina untuk dapat bekerjasama dengan perusahaan swasta nasional maupun asing di dalam pengusahaan blok migas.
"Ini kan masih dibahas, masih jauh. Jangan lupa ini RUU Migas masih harus dibawa ke DPR," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News