kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pebisnis sarankan reorganisasi struktural dalam pengelolaan kelistrikan


Kamis, 08 Agustus 2019 / 07:30 WIB
Pebisnis sarankan reorganisasi struktural dalam pengelolaan kelistrikan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemadaman total (blackout) aliran listrik yang terjadi hampir di seluruh wilayah Jawa bagian barat pada Minggu (4/8) lalu membuat kinerja PLN menjadi sorotan. Kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan perusahaan setrum plat merah itu meluruh.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani menyampaikan, pelanggan industri dan pelaku bisnis banyak dirugikan atas terjadinya blackout tersebut. Shinta berharap keandalan layanan dari PLN selaku satu-satunya otoritas pengadaan dan distribusi energi ke pelanggan, baik pelaku usaha maupun masyarakat bisa ditingkatkan.

Bahkan, Shinta menyarankan apabila PLN memang tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menjamin keandalan layanan tersebut, sebaiknya dipertimbangkan ada pembagian beban ke badan usaha lain.

Baca Juga: PII: Sistem listrik Indonesia kompleks, PLN tak bisa sendirian mengurusinya

"Agar layanan penyediaan energi kepada pelaku usaha dan masyarakat tetap lancar. PLN Jangan sampai tidak ada back up plan untuk situasi force majeur seperti kemarin yang pemadaman menjadi sangat lama," terang Shinta ke Kontan.co.id, kemarin.

Sayangnya, hingga tulisan ini diturunkan, pihak PLN belum bersedia menanggapi wacana soal pembagian beban ke badan usaha lain tersebut.

Begitu pun dengan Asosiasi Produsen Listrik Seluruh Indonesia (APLSI) yang tidak menanggapi secara gamblang mengenai wacana itu. Hanya saja, Ketua Umum APLSI Arthur Simatupang menilai, untuk memperbaiki sektor ketenagalistrikan, deregulasi bisa dilakukan oleh pemerintah.

Menurutnya, PLN perlu melakukan reorganisasi guna memberi perhatian yang seimbang untuk pelayanan kebutuhan listrik masyarakat, pengembangan sistem transmisi dan distribusi yang andal dalam pembangkitan listrik yang efisien. "Kami dari pengembang listrik swasta siap untuk mendukung sektor kelistrikan agar ke depan lebih transparan dan efisien," kata Arthur kepada Kontan.co.id, Rabu (7/8).

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menyoroti soal monopoli pengelolaan kelistrikan yang berada di tangan PLN. Ia berpendapat, perusahaan yang memegang monopoli cenderung tidak efisien, yang akibatnya menjadi beban bagi pelanggan.

Karenanya, Fahmy menilai perlunya mempertimbangkan pembukaan monopoli PLN dengan adanya BUMN lain yang dapat berkompetisi di bidang layanan kelistrikan. "Ini memungkinkan untuk saling bersaing sehat dalam pasar dan memaksa setiap BUMN listrik mencapai lebih efisiensi. Juga terbentuk lah harga pasar yang lebih murah bagi konsumen," jelasnya.

Baca Juga: Akibat listrik padam, Omzet pedagang Tanah Abang turun drastis

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menerangkan, PLN saat ini membangkitkan 70%-75% listrik di Indonesia, dan menyalurkan setidaknya 95% energi listrik kepada pelanggan. Dengan menguasai jaringan transmisi dan distribusi dalam jangkauan wilayah usaha yang luas, PLN pun masih diberikan tugas oleh pemerintah untuk penyediaan listrik bagi kepentingan umum.

"Konsekuensinya adalah PLN menjadi single off-taker dari seluruh listrik swasta/non-PLN yang ingin disalurkan ke 70-an juta pelanggan," tuturnya.

Selain itu, PLN juga masih diberikan tugas melaksanakan program-program pembangunan pemerintah. Seperti peningkatan elektrifikasi dan listrik desa, dan target energi terbarukan. "Tidak seluruhnya penugasan ini menguntungkan bagi PLN. Dalam banyak hal, penugasan ini justru membebani keuangan PLN," terangnya.

Baca Juga: Akibat listrik mati dua hari, Alfamart merugi Rp 20 miliar

Oleh sebab itu, Fabby menyarankan agar pemerintah meninjau ulang struktur PLN saat ini. Ia menilai, pemerintah perlu mengkaji opsi jika fungsi transmisi agar dikelola oleh unit yang terpisah dari PLN.

"Tetapi dimiliki 100% oleh negara atau menjadi BUMN mandiri. Karena agak sukar bagi PLN menghadapi tren kemajuan teknologi tanpa adanya reformasi struktural dan perubahan model bisnis," ungkapnya.

Fabby menilai, adanya perusahaan transmisi yang terpisah dapat mengurangi beban PLN dalam mengurus aset transmisi yang lazimnya tidak terlalu menguntungkan dari sisi bisnis. "Sehingga bisa fokus pada pembangkitan dan distribusi serta diversifikasi pelayanan bagi pelanggan," ujar Fabby.

Opsi kedua, sambung Fabby, PLN dipecah menjadi unit-unit yang berbasis pada pulau, tapi masing-masing strukturnya terintegrasi vertikal. Yakni PLN Jawa-Bali, PLN Sumatra, PLN Kalimantan, PLN Sulawesi. PLN Nusra dan Papua.

Dengan pembagian berdasarkan wilayah/pulau tersebut, kata Fabby, pengembangan sistem kelistrikan diharapkan bisa lebih cepat, efisiensi dan sekaligus mendukung pengembangan energi terbarukan yang ada di wilayahnya masing-masing.

"Seluruhnya perlu dikaji, dipertimbangkan aspek legal, ekonomi ,sosial, serta biaya dan manfaatnya," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×