Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pelaku industri, mulai dari kaca lembaran, beton ringan, hingga keramik, meminta pemerintah tidak memberlakukan larangan truk sumbu 3 terlalu lama selama periode Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru). Mereka menilai pembatasan berkepanjangan dapat mengganggu rantai pasok hingga memicu kenaikan biaya logistik.
Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan menjelaskan, masa larangan yang panjang akan menghambat distribusi kaca lembaran kepada konsumen. “Kami berharap pembatasannya sangat singkat, sehingga tidak mengurangi kelancaran distribusi barang. Bisa dipertimbangkan opsi contra flow atau one way yang lebih terorganisir,” ujar Yustinus dałam keterangannya dikutip, Selasa (9/12/2025)
Yustinus menambahkan, pembatasan operasional truk sumbu 3 berpotensi memicu penumpukan distribusi barang dan meningkatkan biaya penyimpanan. Kondisi ini dapat menggerus daya saing produk nasional.
Di sisi lain, larangan berkepanjangan juga menurunkan produktivitas logistik dan mengurangi hari kerja sopir yang berdampak pada penghasilan mereka.
Baca Juga: Asosiasi Minta Pemerintah Pertimbangkan Kebijakan Pembatasan Lalin Truk Logistik
Sementara itu, Sekjen Perkumpulan Produsen Beton Ringan Indonesia (Proberindo) Aaron Alvin mengungkapkan kekhawatiran serupa. Ia menyebut kebijakan yang diberlakukan terlalu lama akan meningkatkan biaya transportasi, yang pada akhirnya mempengaruhi harga jual produk.
“Kebijakan ini bisa merusak harga yang sudah disepakati dengan klien. Jadi repot kalau tiba-tiba ada perubahan biaya karena adanya pembatasan, apalagi sering diumumkan mendadak,” kata Aaron.
Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto menilai durasi larangan operasional truk sumbu 3 saat periode Nataru perlu dikaji ulang. Ia menekankan bahwa jumlah hari libur di Indonesia sudah lebih banyak dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, sehingga ia berharap masa pembatasan tidak berlangsung terlalu panjang. Menurutnya, volume pemudik pada periode Nataru juga tidak sebesar saat Lebaran.
ASAKI mengusulkan agar pembatasan, jika tetap diterapkan, cukup dilakukan pada tanggal merah seperti 25 Desember dan 1 Januari. Edy menilai larangan yang terlalu lama berpotensi mengganggu distribusi bahan baku maupun barang jadi, sementara industri keramik beroperasi penuh sepanjang tahun, termasuk pada libur Nataru.
Baca Juga: Pembatasan Truk ODOL di Jabar Berpotensi Mengerek Biaya Logistik dan Harga Barang
Ia juga mengingatkan bahwa keterlambatan pasokan bahan baku akibat larangan jalan dapat menghambat proses produksi, sementara pabrik tetap beroperasi dan pelaku usaha harus menanggung biaya tenaga kerja tambahan.
Edy menegaskan industri keramik merupakan sektor strategis yang membutuhkan dukungan pemerintah, mengingat karakteristiknya yang padat modal dan padat karya—menyerap lebih dari 150.000 tenaga kerja—serta memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) rata-rata di atas 75%.
Selanjutnya: BI-Fast Diduga Jadi Penyebab Peretasan Rp 200 Miliar, Bank Indonesia Buka Suara
Menarik Dibaca: Harga Emas Antam Hari Ini Selasa 9 Desember 2025 Turun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













