Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku dan ahli tambang meminta pemerintah segera menertibkan sebanyak 41.000 hektar lahan di Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) yang mengalami kerusakan parah akibat maraknya aktivitas pertambangan ilegal tanpa izin (PETI).
Menurut Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Sudirman Widhy Hartono pihaknya sangat prihatin atas maraknya aktivitas penambangan tanpa izin (PETI) yang terjadi secara masif di wilayah Kabupaten Katingan dan Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
"Kegiatan ilegal ini dinilai telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat serius, merugikan keuangan negara, serta mengancam keselamatan masyarakat dan keberlanjutan sumber daya alam nasional," ungkap Sudirman saat dihubungi Kontan, Rabu (30/04).
Baca Juga: Produksi Nikel Turun, PT Vale (INCO) Andalkan Efisiensi dan Diversifikasi Pendapatan
Operasi PETI di wilayah tersebut menurut dia tidak hanya merusak ekosistem dan sungai, tetapi juga menjadi ancaman nyata terhadap tata kelola pertambangan yang berkelanjutan.
Terkait hal tersebut, Perhapi mengusulkan pemerintah mengambil 3 langkah konkret yang tegas meliputi:
(1) Penghentian langsung seluruh aktivitas PETI di Kabupaten Katingan dan Gunung Mas;
(2) Penertiban terpadu dan berkelanjutan oleh aparat penegak hukum, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup; Kementerian Kehutanan, dan tentunya pemerintah daerah;
(3) Penyelidikan dan penegakan hukum terhadap aktor-aktor utama di balik aktivitas ini, termasuk kemungkinan keterlibatan oknum aparat.
Aktivitas PETI merupakan tindak pidana serius yang telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya Pasal 158, menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin resmi dapat dikenakan pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar.
Baca Juga: Nasib 4 IUP Tambang Antam yang Dicabut Ada di Tangan BKPM
Pasal 161 dari undang-undang yang sama juga memberikan sanksi bagi pihak yang membantu atau memfasilitasi aktivitas ilegal tersebut.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup turut memberikan dasar hukum kuat dalam menindak pelaku perusakan lingkungan akibat aktivitas PETI.
"Jadi Landasan hukum yang ada sudah sangat jelas dan tegas. Pembiaran terhadap PETI tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mencederai konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945, yang mengamanatkan bahwa kekayaan alam harus dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," jelasnya.
Ketua Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia juga ikut buka suara mengenai ini. Menurutnya munculnya penambang ilegal di kawasan hutan juga merugikan penambang legal yang sudah memenuhi syarat dan aturan yang telah ditentukan.
Baca Juga: Siapa Penguasa Logam Tanah Jarang Dunia? Inilah 10 Negara Penghasil Terbesarnya
"Penambang legal sangat dirugikan, karena wilayah yang digunakan harus sah dan sesuai undang-undang, pemilik izin juga wajib untuk menjaga, mengelola lingkungan, melakukan reklamasi," kata dia.
Sebagai tambahan, melansir kompas.com, lahan seluas 41.000 hektar ini adalah kawasan hutan pendidikan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman di Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Kawasan Hutan untuk Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan mandat UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan mempunyai fungsi khusus untuk pendidikan dan pelatihan yang wajib dijaga kelestariannya serta berfungsi sebagai laboratorium alam tempat pembelajaran bagi civitas akademik.
Selanjutnya: Indonesian Court Bans Government, Company from Defamation Complaints
Menarik Dibaca: Resep Sambal Matah Khas Bali, Pelengkap Hidangan agar Makin Nikmat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News