kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Pelaku Usaha Migas Pertimbangkan Risiko dan Investasi CCS yang Besar


Minggu, 04 Februari 2024 / 17:22 WIB
Pelaku Usaha Migas Pertimbangkan Risiko dan Investasi CCS yang Besar
ILUSTRASI. Pekerja memeriksa lokasi penerapan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di Pertamina EP Sukowati Field, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (7/12/2023). PT Pertamina (Persero) kembali mengimplementasikan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di sumur Sukowati-18 setelah sebelumnya sukses melakukan injeksi perdana Co2 di Lapangan Jatibarang. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/aww/Spt.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli

Di sisi lain, klien yang akan menyimpan karbonnya, terkhusus dari luar negeri akan berpikir beberapa kali untuk mengandalkan CCS demi menurunkan emisinya. Mereka harus menggelontorkan uang yang sangat besar karena banyak proses yang harus dilewati untuk menyimpan karbon di negara lain. 

Tentu pertama-tama ada biaya angkut karbon, transportasi menggunakan kapal atau pipa gas antar negara. Setalah sampai di Indonesia, emisi tersebut akan ditempatkan di penyimpanan sementara. Baru kemudian, karbon tersebut bisa diinjeksikan ke lokasi penyimpanan. Selama penyimpanan tentu ada biaya kontrol dan lainnya. 

“Itu semua luar biasa biayanya, siapa klien yang mau bayar itu semua. Sedangkan saat ini ada beberapa opsi offset carbon yang tidak semahal CCS,” kata Moshe. 

Baca Juga: Pemerintah akan Segera Merilis Perpres Tentang Carbon Capture Storage Bulan Ini

Menurut Aspermigas, kebijakan CCS di Indonesia harus digodok lebih dalam, salah satunya dari sisi risiko demi memitigasi hal yang tidak diinginkan. Seperti antisipasi kebocoran hingga nasib karbon yang sudah diinjeksikan setelah masa kontrak penyimpanan habis. 

“CO2 ini kan sampah, jadi orang mau simpan limbah di tempat kita. Nah sampah ini tidak bisa selamanya di-recycle. Meski bisa diutilisasi untuk EOR migas, pemakaiannya ini kecil sekali, kurang dari 10% bisa dimanfaatkan. Banyak sekali hal yang masih belum clear dan harus diperjelas,” tandasnya. 

Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA), Marjolin Wajong menilai masih banyak detail yang harus dibicarakan dalam pelaksanaan bisnis CCS di Tanah Air. 

Baca Juga: Industri Hulu Migas Butuh Keberpihakan Pemimpin Pada Potensi Gas yang Melimpah

“Ini kan Peraturan Presidennya baru keluar biasanya akan kita bedah dan dilihat. Mana saja yang membutuhkan detail pelaksanaan di peraturan berikutnya,” ujarnya ditemui di Jakarta, Kamis (1/2). 

Namun perihal risiko dan tantangan pelaksanaan CCS, dirinya enggan memberikan komentar lebih jauh. Menurutnya diperlukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui hal tersebut. 

“Ini baru jalan, jangan melihat kendala dahulu. Lihat peluangnya dan peraturannya kita jalani bersama,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×