kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.534.000   17.000   1,12%
  • USD/IDR 15.920   -50,00   -0,32%
  • IDX 7.465   11,46   0,15%
  • KOMPAS100 1.135   -0,58   -0,05%
  • LQ45 891   0,04   0,00%
  • ISSI 228   1,25   0,55%
  • IDX30 457   0,31   0,07%
  • IDXHIDIV20 549   2,31   0,42%
  • IDX80 130   -0,08   -0,06%
  • IDXV30 133   -0,46   -0,35%
  • IDXQ30 151   0,43   0,29%

Pelaku Usaha Soroti Rencana Penghentian Impor Gula dan Garam Konsumsi Tahun Depan


Rabu, 11 Desember 2024 / 20:47 WIB
Pelaku Usaha Soroti Rencana Penghentian Impor Gula dan Garam Konsumsi Tahun Depan
ILUSTRASI. Pemerintah bakal stop impor gula dan garam


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menegaskan ambisinya untuk menyetop impor beberapa komoditas pangan, seperti gula dan garam. Kebijakan ini pun mendapat sorotan dari para pelaku usaha yang berkecimpung di industri tersebut.

Dalam berita sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan yakin bahwa impor gula konsumsi tidak lagi diperlukan. Hal ini seiring adanya kenaikan produksi gula nasional sebesar 200.000 ton menjadi 2,4 juta ton pada 2024. Untuk 2025 nanti, Indonesia diperkirakan dapat memproduksi 2,6 juta ton gula.

Sementara untuk garam, Zulhas bilang bahwa Indonesia telah memiliki stok garam  konsumsi 800.000 ton. Adapun kebutuhan garam konsumsi ditaksir sekitar 600.000 ton, sehingga pemerintah ingin menghentikan impor komoditas ini.

Di sisi lain, garam industri masih diperbolehkan impor pada 2025. Namun, dari permintaan impor garam industri sebesar 2,5 juta ton pada 2025, pemerintah hanya menyetujui sebanyak 1,7 juta ton saja.

Tenaga Ahli Asosiasi Gula Indonesia Yadi Yusriadi mengatakan, potensi swasembada gula konsumsi pada 2025 cukup terbuka asalkan target produksi gula sebanyak 2,6 juta ton bisa tercapai.

Hal ini didukung oleh produksi gula tahun 2024 yang naik menjadi 2,4 juta, sehingga stok gula pada awal tahun depan bakal lebih melimpah.

Baca Juga: Indonesia Bebas Impor Gula dan Garam 2025, Begini Tanggapan ASRIM

"Kami dapat info dari petani dan pabrik gula bahwa arus distribusi gula tidak terlalu cepat yang artinya stok di pasar masih cukup," ungkap dia, Selasa (10/12).

Yadi tentu berharap musim hujan kali ini akan tersebar merata di Indonesia, sehingga masalah kesulitan akses pengairan di beberapa wilayah produksi gula bisa dihindari.

Secara historis, AGI menyebut kebutuhan gula konsumsi berkisar 3 juta ton--3,1 juta ton per tahun. Namun, kebutuhan gula konsumsi tahun ini kemungkinan menurun lantaran pelemahan daya beli masyarakat yang terlihat dari lambatnya pengambilan gula di gudang-gudang pabrik gula. Dikhawatirkan tren serupa akan berlanjut pada 2025 mendatang.

"Untuk kepastian kebutuhannya, kami masih menunggu realisasi stok gula pada 1 Januari 2025," tutur Yadi.

Lebih jauh, impor gula industri tentu akan berlanjut pada 2025 nanti, meski diperkirakan impor tersebut tidak akan sebesar tahun sebelumnya. Kembali lagi, pelemahan daya beli masyarakat merembet ke sektor industri makanan-minuman (mamin), sehingga permintaan impor gula dari sektor ini melandai.

Dalam catatan KONTAN, Indonesia mengimpor gula mencapai 3,66 juta ton pada Januari-September 2024. Mayoritas impor tersebut berupa gula rafinasi untuk kebutuhan industri.

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia (Asrim) Triyono Prijosoesilo berpendapat, kebijakan penghentian impor gula konsumsi dapat berdampak pada industri minuman ringan skala mikro atau rumah tangga. Sebab, mereka memiliki keterbatasan akses membeli gula rafinasi yang ditujukan untuk industri.

Asrim berharap pemerintah mengkaji secara mendalam rencana tersebut. "Jangan sampai swasembada dipaksakan, tetapi industri dalam negeri dibebani dengan harga bahan baku yang tinggi," imbuh dia, Rabu (11/12).

Baca Juga: Impor Pangan untuk Konsumsi Disetop

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin menilai, bukan mustahil swasembada garam konsumsi direalisasikan. Kendati begitu, pemerintah harus cermat melihat perkembangan kebutuhan garam dan kemampuan produksi di dalam negeri. Jika memang ada kekurangan, maka mau tak mau impor garam perlu dilakukan.

Terkait pemberian kuota impor garam sebanyak 1,7 juta ton pada 2025, APGRI tak mempermasalahkannya jika impor tersebut ditujukan untuk industri chlor alkali plant (CAP).

"Namun, garam untuk aneka pangan jangan impor, karena garam produksi lokal melalui PT Garam (Persero) bisa memenuhi kebutuhan industri tersebut," terang Jakfar, Selasa (10/12).

Jakfar menambahkan, tantangan utama menuju swasembada garam adalah kebutuhan investasi teknologi yang tergolong mahal untuk memproduksi garam dengan kualitas terbaik yang cocok dengan spesifikasi industri.

Salah satu inovasi yang bisa diterapkan adalah penggunaan high density polyethylene (HDPE) pada lahan garam. Namun, belum semua petambak garam memakai HDPE. Beberapa petambak juga terganjal masalah biaya untuk peremajaan HDPE.

"Kami harap pemerintah membantu penyediaan HDPE melalui hibah atau pinjaman lunak tanpa bunga," kata dia.

Selain itu, APGRI meminta pemerintah untuk memperkuat data kebutuhan garam, terutama untuk industri. Hal ini demi menghindari kelebihan kuota impor garam industri yang dapat berisiko merembes ke pasar garam konsumsi.

Selanjutnya: Presiden RI Luncurkan Sistem E-Katalog Versi 6.0, Transparansi Pengadaan Pemerintah

Menarik Dibaca: 4 Tips Kesehatan untuk Para Ibu agar Tetap Bugar, Terapkan ya Moms

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×