Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan rupiah terhadap dolar AS membawa dampak signifikan bagi dunia usaha, terutama bagi industri yang bergantung pada bahan baku impor.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi menyebut, kenaikan biaya produksi menjadi tantangan utama yang dihadapi pelaku industri dalam negeri.
Menurut Diana, depresiasi rupiah menyebabkan biaya impor meningkat, yang pada akhirnya berpengaruh pada biaya produksi dan menekan margin keuntungan perusahaan.
"Pelemahan rupiah berdampak langsung pada biaya operasional industri yang mengandalkan bahan baku impor. Kenaikan biaya impor ini berpotensi meningkatkan harga jual produk dan menekan daya saing industri dalam negeri," ujar Diana kepada Kontan.co.id, Rabu (26/3).
Baca Juga: Kebijakan Pemerintah Berpotensi Memicu Rupiah Jadi Melemah
Selain itu, depresiasi rupiah juga dapat memengaruhi realisasi investasi di sektor manufaktur serta meningkatkan volatilitas pasar.
Oleh karena itu, pelaku usaha perlu lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan bisnis.
Namun, di sisi lain, pelemahan rupiah dapat memberikan keuntungan bagi beberapa sektor industri, terutama yang berorientasi ekspor.
Dengan nilai tukar rupiah yang lebih lemah, produk-produk ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar global.
Sektor yang Diuntungkan dan Tertekan
Diana menjelaskan bahwa beberapa sektor industri berpotensi mendapatkan manfaat dari pelemahan rupiah, di antaranya industri tekstil dan pakaian, ekspor kulit dan sepatu, obat-obatan, serta makanan dan minuman.
Selain itu, sektor pariwisata juga bisa terdorong karena kurs rupiah yang lebih rendah menarik lebih banyak wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia.
Baca Juga: Rupiah Dibuka Melemah ke Rp 16.613 Per Dolar AS di Pagi Ini, Mayoritas Asia Menguat
Namun, bagi industri yang bergantung pada bahan baku impor, pelemahan rupiah justru menjadi tekanan besar.
Kenaikan harga bahan baku dapat meningkatkan harga jual produk, yang berisiko menurunkan daya beli masyarakat.
Untuk meredam dampak fluktuasi rupiah, Diana menyarankan beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh pelaku usaha, antara lain:
- Diversifikasi Pasar: Perusahaan dapat memperluas pasar ke wilayah lain, termasuk ekspansi ke negara-negara dengan kurs yang lebih stabil, guna mengurangi risiko akibat pelemahan rupiah.
- Hedging atau Lindung Nilai: Pelaku usaha dapat menggunakan instrumen keuangan seperti kontrak berjangka, opsi, dan swap untuk mengurangi dampak perubahan nilai tukar terhadap biaya produksi dan operasional.
- Efisiensi Biaya Produksi: Optimalisasi rantai pasok, pengelolaan utang dalam mata uang asing, serta penyesuaian harga jual yang cermat menjadi langkah penting agar profitabilitas tetap terjaga.
Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Sentuh Level Terendah Sejak 1998, Pemerintah Masih Optimistis
Dampak Depresiasi Rupiah terhadap Konsumen
Selain berdampak pada dunia usaha, pelemahan rupiah juga berpotensi meningkatkan harga barang di dalam negeri, terutama produk-produk yang menggunakan bahan baku impor.
Hal ini dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.
Baca Juga: Rupiah Betah di Level Rp 16.000 per Dolar AS, Ini Sektor yang Bakal Diuntungkan
Diana juga mengingatkan bahwa perubahan pola konsumsi bisa terjadi, di mana masyarakat mulai beralih ke produk lokal sebagai alternatif dari produk impor yang harganya semakin mahal. Jika tren ini berlanjut, potensi perlambatan ekonomi semakin besar.
Dengan kondisi ini, Diana berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat.
"Ke depan, stabilitas kurs menjadi faktor kunci bagi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia," pungkasnya.
Selanjutnya: Ucapan Idul Fitri 2025 lengkap 40 Link Twibbon dan Cara Memasang ke Foto Profil
Menarik Dibaca: Resep Tongseng Ayam Gurih Ala Devina Hermawan, Santapan Nikmat setelah Sholat Id
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News