Reporter: Muhammad Julian | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peluncuran dokumen investasi dan kebijakan komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) Just Energy Transition Partnership (JETP) mundur dari jadwal yang direncanakan. Sedianya, dokumen CIPP tersebut dijadwalkan meluncur pada 16 Agustus 2023.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, dokumen CIPP JETP hendak dikonsultasikan kepada publik terlebih dahulu serta dihitung ulang perencanaannya sebelum diluncurkan.
“Dua hal itu yang perlu waktu agar dokumennya semakin lengkap dan workable,” ujar Dadan kepada Kontan.co.id (16/8).
Komitmen pendanaan JETP diluncurkan pada November 2022 lalu di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali.
Dalam JETP, RI bersama dengan International Partners Group (IPG) yang melibatkan Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Perancis, Jerman, Italia, Norwegia, dan Britania Raya, bersepakat untuk menjalankan kerjasama pendanaan untuk proses dekarbonisasi sektor energi Indonesia.
Baca Juga: Kementerian ESDM: 90% Smelter Nikel di Indonesia Gunakan Teknologi dari China
Mereka berjanji untuk mengumpulkan dana US$ 20 miliar dari berbagai sumber dalam periode 3-5 tahun. Sebanyak US$ 160 juta atau Rp 2,4 triliun di antaranya merupakan dana hibah.
Meski komitmen transisi energi JETP tersebut sudah delapan bulan berlalu, dokumen-dokumen perencanaan dan agendanya masih tertutup. Kritik ini misalnya saja dilontarkan oleh Manajer Portofolio Energi Terbarukan Trend Asia, Beyrra Triasdian.
“Kami menganggap transisi energi yang berkeadilan seharusnya bersifat transparan dan partisipatif. Nyatanya, hingga saat ini tidak ada dokumen yang bisa dijangkau dengan mudah oleh publik,” ujar Beyrrra (15/8).
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto, juga mengaku belum mendapat informasi yang lengkap seputar perencanaan agenda JETP.
“Kami sendiri belum tahu persis skema JETP ini, apakah secara garis besar target-targetnya sudah tercakup dalam RUPTL 2021-2030, sehingga lebih bersifat teknis dari realisasi investasi transisi energi yang sudah direncanakan, atau berupa skema baru yang bersifat komplementatif dari rencana yang sudah ada,” ujarnya kepada Kontan.co.id (17/8).
Penundaan peluncuran dokumen CIPP JETP sendiri dilihat Mulyanto sebagai hal yang positif.
“Rencana Pemerintah menunda pengesahan dokumen dimaksud untuk dikaji lebih dalam melalui konsultasi publik, saya rasa ini bagus dan memang sudah seharusnya, karena masyarakat Indonesia akan mendapatkan kesempatan untuk mengulas dokumen CIPP secara utuh dan memberikan masukan dan tanggapan untuk dipertimbangkan dalam revisi final dokumen CIPP tersebut,” tuturnya.
Baca Juga: Tambah Cadangan Nikel, Pemerintah Dorong Kegiatan Eksplorasi Baru
Ekonom dan Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira, meminta agar draft CIPP harus tersedia secepatnya di website yang bisa diakses oleh masyarakat secara umum, akademisi, dan pemerintah daerah. Berikutnya, pemerintah juga perlu memperjelas prosedur konsultasi publik agar masyarakat tidak kebingungan ketika hendak memberikan masukan atau umpan balik.
Selain itu, Bhima juga menilai pemerintah harus ‘jemput bola’ dalam proses konsultasi publik ini.
Caranya misalnya dengan mengundang berbagai pemangku kepentingan khususnya masyarakat terdampak dari pensiun dini PLTU batubara, pelaku UMKM, masyarakat adat yang rentan, hingga para pekerja di seluruh rantai pasok PLTU batubara mulai dari tambang, transportasi, dan lain-lain.
“Pemerintah juga harus membuka secara transparan daftar PLTU batubara yang ingin ditutup, jangan sampai beli kucing dalam karung. Baik short list dan long list-nya perlu dibuka ke publik,”” kata Bhima saat dihubungi Kontan.co.id (17/8).
Lebih lanjut, Bhima juga menilai bahwa pemerintah perlu memperjuangkan porsi hibah yang lebih besar dalam berbagai kesempatan selama proses perencanaan.
Masukan lainnya, pemerintah juga perlu mencermati bunga dalam pendanaan yang bersifat pinjaman.
“Kalaupun pinjaman, bunganya harus dipastikan mendekati 0,1%,” kata Bhima.
Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP), Akmaluddin Rachim, memberi catatan agar Program JEPT harus memiliki landasan hukum berupa regulasi yang tepat. Hal ini agar implementasi program tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, memiliki daya guna, dan memberikan kepastian hukum.
Baca Juga: Kementerian ESDM Beberkan Tantangan Program Konversi Motor Listrik
Urgensi adanya basis regulasi dalam implementasi program JETP ini karena terkait dengan mekanisme pembiayaan dalam pelaksanaan transisi energi berkeadilan itu sendiri.
Seperti diketahui bahwa dalam pelaksanaan program tersebut, pembiayaannya berasal dari hibah, hutang, atau berupa pinjaman dengan bunga dan persyaratan tertentu lainnya. Oleh sebab itu, karena pembiayaan JETP ini tidak sepenuhnya "cuma-cuma" atau gratis, maka diperlukan payung hukum yang akan memberikan kepastian hukum.
Ketiadaan dasar hukum atau regulasi yang mengatur program JETP menurut Akmal bisa menimbulkan masalah yang serius di kemudian hari.
“Urgensi adanya basis regulasi dalam implementasi program JETP ini karena terkait dengan mekanisme pembiayaan dalam pelaksanaan transisi energi berkeadilan itu sendiri,” katanya kepada Kontan.co.id (17/8).
“Seperti diketahui bahwa dalam pelaksanaan program tersebut, pembiayaannya berasal dari hibah, utang, atau berupa pinjaman dengan bunga dan persyaratan tertentu lainnya. Oleh sebab itu, karena pembiayaan JETP ini tidak sepenuhnya ‘cuma-cuma’ atau gratis, maka diperlukan payung hukum yang akan memberikan kepastian hukum,” imbuhnya lagi.
Program pensiun dini PLTU tidak ikut mundur
CIPP JETP direncanakan memuat peta jalan teknis dalam pengurangan emisi di sektor ketenagalistrikan sekaligus menjadi kerangka kerja dalam transisi energi yang berkeadilan di Indonesia. RI sendiri, seperti diketahui, berkomitmen mengurangi emisi lewat transisi energi.Pensiun dini PLTU menjadi salah satu caranya.
Itulah sebabnya, pemerintah lewat PLN tengah menyisir PLTU untuk dikonversi dan dipensiunkan dini secara bertahap.
Dadan memastikan, penundaan peluncuran CIPP JETP tidak memundurkan program pensiun dini PLTU.
"JETP itu waktunya disepakati sampai dengan 2030. Jadi dari sisi target, tidak ada yang berubah, termasuk untuk program pensiun dini PLTU," tegasnya saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (18/8).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News