Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pencairan penyertaan modal negara (PMN) Rp 7,5 triliun kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) berpotensi sedikit mundur.
Emiten penerbangan pelat merah berkode saham “GIAA” itu menunda pembahasan rencana penambahan modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias PMHMETD atau rig, dan penambahan modal tanpa memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) alias PMTHMETD sehubungan dengan konversi utang GIAA dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perusahaan yang digelar Jumat (12/8).
Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra mengungkapkan, pembahasan rencana peningkatan modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor melalui 2 skema tersebut bakal dibahas dalam agenda RUPSLB selanjutnya.
Baca Juga: RUPST Garuda Indonesia (GIAA) Angkat Salman El Farisy Jadi Direktur Human Capital
“Pertimbangan utamanya adalah kami diminta menyelesaikan laporan keuangan tengah tahunan yang menjadi dasar dalam penentuan nilai dan angka untuk memastikan proses HMETD maupun non HMETD bisa terjadi dengan sebaik-baiknya seadil mungkin,” ungkap Irfan dalam acara konferensi pers yang digelar usai RUPSLB, Jumat (12/8).
Seperti diketahui, berdasarkan surat tertanggal 12 Mei 2022 dari Menteri Badan Usaha Milik Negara, Pemerintah telah mengalokasikan Rp 7,5 triliun dalam anggaran pendapatan dan belanja negara tahunan untuk penyertaan modal negara (“PMN”) kepada Garuda Indonesia.
Menurut rencana, PMN bakal dilaksanakan melalui PMHMETD. Di situ, Pemerintah akan melaksanakan HMETD milik Pemerintah dan menyetorkan modal baru di Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun. Praktis, realisasi pencairan PMN Rp 7,5 triliun ini bergantung pada pelaksanaan PMHMETD tersebut.
Mengutip pengumuman tertulis GIAA dalam laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya, penilaian harga wajar dalam pelaksanaan HMETD memang akan dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan audit untuk periode yang berakhir pada 30 Juni 2022 sebagai dasar.
Saat konferensi pers berlangsung (12/8), GIAA memang belum merilis laporan keuangan per 30 Juni 2022. “Memang betul bahwa akibat dari proses ini semuanya memang kita akan mengalami sedikit keterlambatan dari pencairan dana PMN,” tutur Irfan.
PMHMETD sejatinya merupakan bagian dari agenda restrukturisasi GIAA. Berdasarkan Rencana Perdamaian, skema restrukturisasi utang GIAA di antaranya dilakukan dengan cara penerbitan Saham Baru yang akan dikeluarkan dalam rangka PMN melalui PMHMETD, konversi atas Utang Perseroan kepada Kreditur yang Berhak Menerima Ekuitas melalui PMTHMETD, serta konversi obligasi wajib konversi (OWK).
Dengan melakukan PMHMETD, jumlah kas dan setara kas GIAA diproyeksi meningkat setidaknya sejumlah Rp 7,5 triliun yang berasal dari PMN. Jumlah tersebut akan menjadi lebih besar apabila pemegang saham lain, selain Pemerintah Indonesia juga turut serta berpartispasi dalam PMHMETD.
Mengutip dokumen tertulis GIAA sebelumnya, dana hasil pelaksanaan PMHMETD, setelah dikurangi dengan biaya-biaya emisi, rencananya digunakan untuk sejumlah hal.
Baca Juga: Ada Risiko Pailit, Garuda (GIAA) Geber Penerbitan 351,8 Miliar Saham Baru
Pertama, pemeliharaan pesawat yang tunduk pada Sewa Armada Pesawat Go-Forward dan Perjanjian Sewa Alternatif. Kedua, biaya dan pengeluaran yang berkaitan dengan restrukturisasi utang Perseroan.
Ketiga, menjaga kebutuhan kas minimum Perseroan, dan keempat, Mendukung kebutuhan operasional Perseroan dan anak perusahaannya, seperti biaya sewa pesawat dan mesin, bahan bakar dan lainnya.
Dalam pengumuman tertulis sebelumnya (11/8), manajemen GIAA menyebutkan bahwa pembahasan mengenai Persetujuan atas peningkatan modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor Perseroan terkait penerbitan saham baru yang semula direncanakan untuk dilaksanakan RUPSLB 12 Agustus 2022 akan ditunda dan dijadwalkan kembali pada tanggal 26 September 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News