kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pembuat UU perlu perjelas rezim kegiatan usaha hulu migas pasca UU Cipta Kerja


Kamis, 17 Juni 2021 / 10:50 WIB
Pembuat UU perlu perjelas rezim kegiatan usaha hulu migas pasca UU Cipta Kerja
ILUSTRASI. Lapangan migas lepas pantai di Indonesia


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembuat undang-undang dinilai perlu memperjelas penafsiran perubahan sejumlah pasal Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dalam UU Cipta kerja.

Dosen Fakultas Hukum dan Peneliti Pusat Studi Energi UGM Irine Handika mengatakan, apabila dilihat secara sistematis, perubahan pasal 4, 5 , 1, dan 52 UU Migas yang diatur dalam Pasal 40 UU Cipta Kerja menempatkan rezim perizinan berusaha sebagai dasar hukum kegiatan usaha hulu dan hilir migas.

Hal ini menurutnya berpotensi membuka peluang timbulnya multiinterpretasi, mengingat pengusahaan hulu migas di Indonesia sebelumnya menganut rezim pengusahaan hulu migas dari Kontrak Kerja Sama (KKS).

Baca Juga: Kenaikan harga batubara jadi katalis positif, ini rekomendasi saham PTBA

“Undang-Undang Cipta Kerja itu jadi membuat dualisme, membuat multi interpretasi yang sangat luas untuk dasar hukum kegiatan hulu migas, apakah kita mau pakai perizinan berusaha, apakah kita mau pakai kontrak,” papar Irine dalam sesi webinar bertajuk Dampak Undang-Undang Cipta Kerja terhadap Sektor Energi Seri 2, Rabu (16/6).

Sejalan dengan pemaparan Irine, Pasal 5 UU Migas hasil perubahan UU Cipta Kerja ayat (1) memang menyebutkan bahwa Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

Menurut Pasal 5 ayat (2), kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang dimaksud adalah kegiatan usaha hulu dan hilir.

Sementara itu, UU Nomor 22 Tahun 2001 (UU Migas) Pasal 6 ayat (1) mengatur bahwa kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama (KKS).

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani apresiasi upaya BPK susun foresight

Pemberlakuan perizinan berusaha tersebut kemudian kembali diperkuat dengan adanya perubahan Pasal 52 yang kini menyebutkan bahwa Setiap orang yang melakukan Eksplorasi dan/atau Eksploitasi tanpa memiliki Perizinan Berusaha atau Kontrak Kerja Sama dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.

Melihat hal ini, Irine menilai bahwa pembuat undang-undang sebaiknya mengambil langkah tindak lanjut untuk memperjelas, apakah perubahan sejumlah pasal UU Migas di atas berarti pemerintah membuka 2 rezim kegiatan usaha hulu migas yang berbeda, yaitu rezim perizinan berusaha dan rezim KKS secara bersamaan untuk pelaku usaha, atau ada penafsiran lainnya.

“Lalu kemudian ketika itu dibuka pilihan 2 rezim usaha, maka (perlu diperjelas) bagaimana pengaturannya,” imbuh Irine.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×