Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
Yunus menyebut, saat ini sudah ada 22 provinsi yang sudah menetapkan Perda Zonasi, yang berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Lebih lanjut, Yunus pun menekankan, persoalan ini juga menyangkut kepastian hukum dan investasi di sektor pertambangan minerba. Apalagi, perusahaan yang bersangkutan juga sudah mengeluarkan biaya untuk kegiatan penelitian sumber daya, eksplorasi dan kegiatan pertambangan lainnya.
Baca Juga: Seluruh transaksi komoditas di BKDI turun
"IUP eksisting harus diakui sebagai kepastian investasi. Mereka sudah melakukan eksplorasi, mengeluarkan budget penghitungan cadangan, penelitian dan lainnya," terang Yunus.
Senada dengan itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli juga menyatakan bahwa Rancangan Peraturan Daerah mengenai zonasi tersebut berpotensi melahirkan ketidak pastian di sektor pertambangan. Sebab, IUP eksisting bisa kehilangan hak-nya untuk menambang dalam rangka pengembalian investasi yang sudah dikeluarkan.
Menurut Rizal, biaya eksplorasi yang dikeluarkan untuk mendapatkan sumberdaya timah di tambang laut yang berpotensi hilang tersebut mencapai Rp 1,4 triliun. "Hal ini akan berdampak pada country risk menjadi tinggi, semakin kurang menarik bagi investasi pertambangan di Indonesia," kata Rizal saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (20/9).
Rizal juga mengingatkan, nilai strategis lain yang harus diperhatikan dari sumber daya timah ini ialah terkait dengan potensi pengembangan mineral ikutan timah, yakni tanah jarang atau rare earth. "Padahal saat ini rare earth menjadi strategis untuk pengembangan industri ke depan," imbuh Rizal.
Menurut Rizal, prinsip konservasi sumberdaya mineral adalah memanfaatkan secara maksimal sumberdaya yang ada terlebih dulu, baru kemudian wilayah tersebut dikonversi ke peruntukan lainnya. "Jadi sebaiknya wilayah yang masuk dalam skema itu (ketegori RZWP3K) adalah wilayah yang secara geologi tidak memiliki cadangan timah atau wilayah yang memiliki ekosistem coral hidup," ungkapnya.
Baca Juga: Produksi TINS Bakal Tergerus Penerapan Zonasi Tambang Timah
Seperti diketahui, Pemprov Bangka Belitung sendiri dikabarkan sedang merampungkan RZWP3K. Dalam zonasi tersebut, rencananya ada 4.140 ha kawasan pertambangan bijih timah di laut yang akan dihapuskan.
Sayangnya, hingga tulisan ini dibuat, Kelompok Kerja RZWP3K yang juga Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Bangka Belitung Dasminto masih, tetap enggan untuk menjawab panggilan Kontan.co.id.
Adapun, terkait dengan rencana hilangnya 4.140 ha kawasan pertambangan bijih timah tersebut, Yunus Saefulhak mengaku bahwa pihaknya belum mendapatkan informasi terperinci. Termasuk soal potensi sumber daya dan pendapatan daya yang hilang dari luasan tambang timah laut tersebut.