Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan membantu memfasilitasi akses pendanaan bagi proyek smelter yang masih kesulitan biaya. Rencananya, langkah itu akan mulai dijalankan pada awal tahun depan.
Menanggapi rencana tersebut, stakeholders industri smelter menyambut positif. Ketua Umum Assosiasi Perusahaan Peleburan dan Pemurnian lndonesia (AP3l) Prihadi Santoso mengatakan, pendanaan memang menjadi salah satu masalah utama yang sering mengganjal proses pembangunan smelter.
Baca Juga: Jamin pasokan BBM selama arus mudik Nataru, Pertamina siapkan SPBU modular
"Namun bila Pemerintah memfasilitasi Sumber Pendanaan ini akan signifikan membantu swasta atau BUMN mengurangi satu dari berbagai faktor yang harus dihadapi," kata Prihadi kepada Kontan.co.id, Jum'at (20/12).
Senada dengan itu, Praktisi tambang dan smelter Arif S. Tiammar berpandangan bahwa di bisnis smelter Indonesia saat ini, ketersediaan cadangan nikel, teknologi dan market sudah tidak lagi menjadi kendala. "Justru akses pendanaan ini lah kendala utamanya," sambung Arif.
Lebih jauh, Arif juga berharap agar pemerintah tak hanya sebagai fasilitator untuk membuka akses pendanaan, namun juga bisa memberi insentif. Menurutnya, pemerintah juga perlu menengahi kepentingan antara pemilik proyek smelter yang menghendaki biaya bunga yang terjangkau dengan pihak lembaga pendanaan yang cenderung menerapkan biaya bunga yang tinggi.
Baca Juga: Pemerintah siap turun tangan fasilitasi akses pendanaan untuk pembangunan smelter
"Akan sangat membantu tidak sekadar sebagai fasilitator, tapi juga harus memberikan insentif," kata Arif yang juga pernah menjadi direktur dan senior advisor di sejumlah perusahaan smelter.
Sementara itu, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso mengatakan, pendanaan memang menjadi faktor yang sangat mendasar dalam proyek smelter. Namun, ia mengingatkan bahwa ada sederet persoalan lain yang mesti diperhatikan, yakni terkait cadangan dan sumber daya, aspek teknis, dan jaminan pembeli (offtaker).
Hal tersebut, kata Budi, akan berpengaruh terhadap keekonomian proyek yang akhirnya menentukan menarik atau tidaknya investor dalam memberi pendanaan.
Baca Juga: PLN: 65% proyek 35.000 MW akan rampung di 2020-2021
Kendati begitu, Budi berpendapat rencana pemerintah ini merupakan langkah yang maju."Masalah pendanaan memang perlu dokumen-dokumen yang bankable. Kalau pemerintah bisa membantu, itu akan sangat baik," kata Budi.
Sambutan positif juga datang dari pelaku usaha, salah satunya PT Ceria Nugraha Indotama (CNI). Presiden Direktur CNI Derian Sakmiwata mengatakan, langkah pemerintah ini patut diapresiasi.
Derian bilang, meski sudah lama ada smelter berskala besar milik Aneka Tambang (Antam) di Pomalaa, PT Vale Indonesia di Soroako dan juga Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, namun sesungguhnya Industri smelter nasional di tanah air terbilang baru dan butuh dukungan.
Baca Juga: Dukung infrastruktur listrik smelter, PLN siap kena penalti jika dinilai tidak siap
"Karena perlu dimengerti bahwa untuk Vale dan IMIP merupakan modal investasi dari luar (penanaman modal asing) dan Antam adalah BUMN. Sementara untuk yang lokal swasta sumber pendanaan sangat terbatas," jelas Derian.
Alhasil, Derian menilai positif upaya pemerintah untuk memfasilitasi akses pendanaan ini. Meski begitu, ia berpendapat skema dan tata caranya harus lebih diperjelas.
"Dukungan perbankan sangat perlu, jika pemerintah ingin memfasilitasi itu adalah langkah yang bagus, tetapi kita perlu juga mengetahuai caranya seperti apa dan bagaimana ini harus di jelaskan terlebih dulu," ungkap Derian.
Baca Juga: SKK Migas ingin industri penunjang jasa migas terlibat dalam proyek Blok Masela
Asal tahu saja, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Investasi Triharyo Soesilo mengungkapkan, mulai awal tahun depan pihaknya akan memfasilitasi akses pendanaan bagi pembangunan smelter yang terkendala biaya.
Menurutnya, berbeda dari bisnis pembangunan pembangkit listrik atau kilang minyak yang telah dikenal pasar, proyek smelter lebih jarang dikenal. Alhasil, pembangunan smelter cenderung lebih sulit dalam mengakses pendanaan.
"Dari masukan banyak pihak, saya mendengar masalahnya pendanaan. Proyek smelter kurang diketahui oleh market, kita akan menjadi fasilitator supaya dikenal publik," ungkap Triharyo.
Baca Juga: Belum penuhi kewajiban DMO, Garda Tujuh Buana (GTBO) andalkan transfer kuota
Lebih lanjut, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, bantuan berupa akses pendanaan ini akan diprioritaskan kepada proyek smelter yang belum memenuhi pembiayaan alias belum financial close (FC). Terutama, kata Yunus, bagi proyek dengan progres di bawah 40%.
"Kalau sudah FC, otomatis sumber pembiayaan sudah yakin. Tapi yang belum FC apa sih masalahnya? kalau pendanaan, terus kurangnya berapa? nah itu nanti kita fasilitasi," kata Yunus.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, dari total 67 smelter yang direncanakan bisa beroperasi pada 2022, sebanyak 17 smelter sudah beroperasi. Sementara itu, ada 13 smelter yang masih dalam tahap pembangunan dengan progres 40%-90%. Sisanya, ada 37 smelter yang progres proyeknya masih di bawah 40%.
Baca Juga: Aneka Tambang (ANTM) akan fokus pada bisnis hilirisasi pada 2020
Agar bisa dibantu, kata Yunus, perusahaan yang bersangkutan harus terlebih dulu membuat project financing yang jelas. "Kemudian mereka presentasi di hadapan calon investor, nanti kalau tertarik ya kita fasilitasi one on one. Jadi pemerintah hanya memfasilitasi saja," tandas Yunus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News