kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.978.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.435   -56,00   -0,34%
  • IDX 7.736   -94,43   -1,21%
  • KOMPAS100 1.079   -10,72   -0,98%
  • LQ45 789   -8,41   -1,06%
  • ISSI 262   -2,74   -1,04%
  • IDX30 409   -4,48   -1,08%
  • IDXHIDIV20 475   -5,51   -1,15%
  • IDX80 119   -1,13   -0,94%
  • IDXV30 129   -0,75   -0,58%
  • IDXQ30 132   -1,48   -1,11%

Pemerintah Menetapkan Harga Patokan Mineral, Begini Pengaruhnya ke Pertambangan


Senin, 01 September 2025 / 18:24 WIB
Pemerintah Menetapkan Harga Patokan Mineral, Begini Pengaruhnya ke Pertambangan
ILUSTRASI. Pertambangan nikel PT PAM Mineral Tbk (NICL). Pemerintah resmi menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batubara.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batubara. Regulasi anyar yang diteken pada 8 Agustus 2025 ini sekaligus mencabut aturan lama mengenai harga patokan mineral (HPM) yang sebelumnya menjadi dasar transaksi penjualan.

Beleid baru ini menegaskan, HPM kini difungsikan terutama sebagai instrumen pengenaan pajak, royalti, dan PNBP, bukan lagi sebagai acuan harga jual beli. Artinya, harga transaksi di pasar dikembalikan kepada mekanisme supply-demand dan hasil negosiasi antara penambang dan pembeli, khususnya smelter.

Namun, perubahan tersebut memantik perdebatan. Di satu sisi pemerintah menilai langkah ini memperkuat penerimaan negara, sementara di sisi lain penambang khawatir posisi tawarnya makin lemah.

Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Arif Perdana Kusumah menilai, pemerintah ingin mengoptimalkan manfaat dari pengelolaan sumber daya alam, terutama mencegah praktik undervaluation dan transfer pricing yang bisa menggerus penerimaan negara.

“Menurut saya aturan ini lebih bersifat penegasan terhadap mekanisme yang sudah berlaku. Potensi tekanan tambahan bisa muncul ketika harga global melemah, karena HPM bisa lebih tinggi dibanding harga aktual,” jelas Arif kepada Kontan, Senin (1/9/2025).

Baca Juga: Harga Patokan Mineral & Batubara Tak Kuat Pengaruhi Ekspor, ESDM:Kembali ke Cara Lama

Meski begitu, Arif melihat ada sisi positif, yakni aturan ini memberi kepastian hukum bagi pelaku usaha yang terikat kontrak jangka panjang dengan harga di bawah HPM.

Arif juga menegaskan, posisi smelter tidak serta-merta lebih kuat, sebab dalam praktik transaksi masih ada biaya tambahan berupa premi yang biasanya membuat harga jual beli bijih nikel lebih tinggi dari HPM.

Sementara itu, Dewan Penasihat Pertambangan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Djoko Widajatno justru menilai beban penambang akan meningkat. Pasalnya, meski harga jual bisa di bawah HPM, perhitungan royalti dan PNBP tetap mengacu pada HPM.

“Negara relatif aman karena PNBP tetap berbasis HPM, sementara smelter diuntungkan dengan bahan baku lebih murah. Dampaknya, pasar mineral memang jadi lebih kompetitif, tapi risiko dumping muncul, keberlangsungan tambang kecil terancam, dan bisa terjadi konsolidasi ke pemain besar,” kata Djoko kepada Kontan, Senin (1/9/2025).

Pandangan serupa datang dari Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar. Ia menegaskan bahwa sejak lama transaksi jual beli mineral tidak sepenuhnya mengikuti HPM.

“Praktiknya, harga ditentukan oleh hukum pasar. Smelter bisa membeli di bawah HPM, dan penambang rugi dua kali: harga rendah, tapi pajak dan PNBP tetap tinggi mengacu HPM,” jelas Bisman kepada Kontan, Senin (1/9/2025).

Bisman menambahkan, saat ini kondisi oversupply nikel membuat posisi tawar penambang memang lebih lemah di hadapan smelter.

Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli menekankan bahwa tujuan utama penetapan HPM adalah sebagai dasar perhitungan royalti dan PNBP untuk negara.

“Dengan kepmen tersebut pemerintah melepas harga ke pasar, tapi untuk basis perhitungan royalti tetap menggunakan HPM. Kalau harga jual di bawah HPM, dasar perhitungan royalti tetap HPM. Tapi jika harga jual di atas HPM, dasar perhitungannya harga jual. Artinya mana yang tertinggi, itu yang dijadikan acuan,” terang Rizal kepada Kontan, Senin (1/9/2025).

Menurutnya, beban royalti akan tetap ditanggung penambang. Sementara smelter dibebani biaya ekspor.

“Tidak boleh ada pajak ganda atas barang yang sama,” tambahnya.

Baca Juga: Banyak Smelter Tak Patuhi Harga Patokan Mineral, Hilirisasi Mineral Terancam

Meski mengakui adanya risiko, Arif menekankan perlunya tata kelola penentuan HPM yang lebih menyeluruh. Ia mengingatkan bahwa dalam struktur biaya industri pengolahan dan pemurnian nikel, porsi penyediaan bahan baku bisa mencapai 30%–40%.

“Penentuan HPM harus bisa mengakomodasi gejolak harga nikel dunia, agar bisa melindungi industri hulu maupun hilir. Dari satu sisi, pemerintah dan pelaku usaha harus memastikan ketahanan cadangan jangka panjang,” ujarnya.

Secara keseluruhan, beleid baru ini memperlihatkan dilema klasik dalam tata kelola minerba di antaranya negara ingin mengamankan penerimaan, smelter butuh fleksibilitas harga, sementara penambang menuntut perlindungan margin.

Bagi pemerintah, posisi relatif aman karena PNBP tetap berbasis HPM. Tapi bagi penambang, aturan ini berpotensi menekan kelangsungan usaha, terutama saat harga global rendah. Pada saat yang sama, smelter kian diuntungkan dengan fleksibilitas mendapatkan bahan baku lebih murah.

Selanjutnya: Bakal Terbitkan Obligasi, Bank Jatim Sebut untuk Jaga Likuiditas

Menarik Dibaca: Kesalahan Menabung Umroh yang Harus Dihindari Agar Rencana Ibadah Tidak Tertunda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×