kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.894   36,00   0,23%
  • IDX 7.206   65,50   0,92%
  • KOMPAS100 1.108   12,68   1,16%
  • LQ45 879   12,89   1,49%
  • ISSI 221   1,21   0,55%
  • IDX30 449   6,81   1,54%
  • IDXHIDIV20 541   6,16   1,15%
  • IDX80 127   1,52   1,20%
  • IDXV30 135   0,66   0,49%
  • IDXQ30 149   1,88   1,28%

Pemerintah Pusat Dinilai Belum Maksimal Libatkan Pemda Dalam Agenda JETP


Rabu, 19 Juli 2023 / 18:13 WIB
Pemerintah Pusat Dinilai Belum Maksimal Libatkan Pemda Dalam Agenda JETP
ILUSTRASI. CEO PT Maharaksa Biru Energi Tbk Bobby Gafur Umar (kanan) bersama Direktur PT Mentari Biru Energi Widi Pancono (tengah) mengecek wood chip yang disuplai ke PLTU Air Anyir, Bangka, Bangka Belitung, Senin (10/7/2023).


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah pusat belum maksimal melibatkan pemerintah daerah (pemda) dalam agenda pendanaan transisi energi alias Just Energy Transition Partnership (JETP). Hal ini menjadi simpulan dalam hasil studi bersama CELIOS dengan Yayasan Indonesia CERAH yang diluncurkan pada 18 Juli 2023.

Peneliti CELIOS, Muhammad Saleh, mengatakan bahwa sebagian besar Pemda yang menjadi objek penelitian belum tahu dan tidak dilibatkan dalam kebijakan transisi energi JETP. 

Kerangka regulasi yang ada, yakni Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2023 tentang Urusan Pemerintah Konkuren Tambahan di Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral pada Subbidang Energi Baru Terbarukan, menurutnya belum menjawab kebutuhan transisi energi dan belum melibatkan pemda secara aktif.

Baca Juga: Pelaku Usaha Sebut Sejumlah Tantangan Kembangkan Pembangkit Hijau di Indonesia

“Riset ini menguji regulasi yang dibuat oleh pemerintah pusat yang katanya sudah melibatkan pemda, buktinya belum. Misalkan JETP, itu ternyata belum melibatkan daerah. Buktinya apa, daerah belum tahu keberadaan JETP,” ujar Saleh dalam acara peluncuran hasil studi, Selasa (18/7).

“Dan buktinya juga ternyata kewenangan yang dirumuskan dalam Perpres 11 Tahun 2023 itu tidak secara utuh melibatkan pemerintah daerah,” imbuhnya lagi.

Studi bersama CELIOS dan Yayasan Indonesia CERAH dilakukan di 3 provinsi yakni Provinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur dan 3 kabupaten di Langkat, Cilacap dan Probolinggo. Temuan yang diperoleh dalam studi ini ada beberapa.

Pertama, mayoritas pemda yang menjadi responden belum tahu keberadaan Perpres No 11/2023. Kedua, hingga kini pemda belum punya kerangka regulasi pelaksana Perpres No 11/2023. Ketiga, pemda menyatakan bahwa Perpres No 11/2023 belum menjawab kebutuhan transisi energi. 

Keempat, Pemda menyatakan, saat ini belum memberi jaminan perlindungan materiil kepada masyarakat pasca penutupan PLTU. Seperti diketahui, pensiun dini PLTU menjadi bagian dari agenda JETP.

Peneliti CELIOS, Muhammad Andri Perdana, mengatakan bahwa keterlibatan pemda dalam agenda JETP dalam memitigasi dampak ekonomi yang timbul dari program tersebut, seperti misalnya tekanan pada sektor tenaga kerja.

Baca Juga: Pemanfaatan EBT Indonesia Masih Minim, Kementerian ESDM Beberkan Tantangannya

“(Bentuk mitigasi dampak ekonomi oleh pemda) Misalnya dengan adanya keterlibatan pemda untuk perencanaan upskilling tenaga kerja yang terdampak, (sehingga) tidak ada lagi gejolak-gejolak dari tenaga kerja terdampak,” kata Andri.

Potensi dampak ekonomi lainnya yang menurut Andri perul dimitigasi lewat pelibatan pemda misalnya penurunan pendapatan asli daerah (PAD). 

Catatan saja, menurut studi CELIOS dan Yayasan Indonesia CERAH, pemensiunan dini PLTU berpotensi menghilangkan PAD  sekitar 1,2% hingga 6,4% dari keseluruhan PAD di suatu Kabupaten, tergantung besarnya kapasitas PLTU batubara di masing-masing daerah. 

“Potential loss PAD ini dapat dimitigasi dengan melakukan negosiasi dengan pemerintah pusat atas kenaikan nilai Dana Transfer ke Daerah serta mendorong komitmen investasi energi bersih sebagai pengganti sumber penghasilan daerah yang hilang,” terang Andri.

Ad Interim Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia CERAH, Agung Budiono, menuturkan bahwa temuan riset ini sangat penting karena menunjukan terdapat sejumlah celah yang harus segera dibenahi oleh pengambil kebijakan, mulai dari aspek perencanaan, penguatan regulasi dan implementasi skema JETP yang berhubungan langsung dengan daerah. 

Baca Juga: Intip Sejumlah Masukan Perbankan Terkait Revisit Taksonomi Hijau Indonesia

“Strategi perencanaan dan mitigasi atas dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang ada di daerah penting dilakukan agar proses transisi benar-benar dapat mengimplementasikan nilai yang berkeadilan,” terang Agung. 

Deputi Transisi Energi Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi terbarukan, Muhammad Sani mengakui, kewenangan yang diberikan kepada pemda dalam transisi energi memang belum maksimal.

“Daerah belum siap karena memang disetting seperti itu, memang tidak diberi kewenangan (yang cukup). Jadi jangan ditanya daerah tentang bagaimana menyiapkan transisi energi, tapi kita pertanyakan dulu pengaturan, apakah kita sudah memberikan (kewenangan) ini ke daerah,” ujarnya.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×