Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
Khayam menjelaskan untuk mengendalikan bahan baku impor yang murah, pemerintah selain mengenakan safeguard pada industri tengah juga melakukan pembatasan berdasarkan Permendag 85/2015 Jo 64/2017 Jo 77/2019.
Isi Permendag tersebut adalah mewajibkan seluruh importir mempunyai Surat Persetujuan Impor (SPI) sehingga bahan baku dapat dikendalikan hanya untuk kebutuhan produksinya, berdasarkan kapasitas yang dimilikinya.
Adapun untuk industri hilir terutama untuk tujuan ekspor, pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dikecualikan sehingga mendapat kemudahan impor.
Baca Juga: Optimis IEU CEPA rampung, Wamendag: Ini kesempatan mendapat akses pasar dan investasi
Memang, masih ada sejumlah tantangan yang dirasakan industri hilir apalagi yang tujuan pasarnya dalam negeri. Khayam berharap industri hilir dapat memanfaatkan bahan baku lokal yang harganya mampu bersaing dengan bahan baku impor.
Adapun kalau melihat industri manufaktur secara umum, Kementerian Perindustrian telah menyiapkan dana US$ 31,5 miliar untuk berbenah. Dana ini akan digunakan untuk memenuhi keperluan investasi manufaktur khususnya Industrialisasi Substitusi Impor (ISI) hingga 2024 mendatang.
Pemerintah mencoba lakukan program Substitusi Impor yakni pemanfaatan bahan baku secara mandiri, tidak bergantung pada impor. Khayam menjelaskan ke depannya Indonesia mesti mampu mengolah bahan baku menjadi produk industri sehingga impor terbesar yakni bahan baku dapat ditekan.
Baca Juga: Perbankan mulai batasi kredit valas, ini alasannya
Setelah mampu memanfaatkan bahan baku dan ekspor produk jadi, Khayam memproyeksikan impor bahan baku khusus di industri kimia yang masih di atas US$ 20 miliar per tahun mampu dipangkas setengahnya atau minimal di bawah US$ 10 miliar per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News