Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berusaha membenahi industri manufaktur dalam negeri. Mulai dari pengenaan tindakan pengamanan perdagangan alias safeguard hingga pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).
Direktur Jendral Perindustrian Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Muhammad Khayam mencontohkan salah satunya ialah di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Baca Juga: 50 daftar orang terkaya Indonesia versi Forbes: Hartono bersaudara tetap di posisi 1
Khayam menjelaskan, safeguard saat ini dikenakan untuk produk-produk industri tengah dan hilir, yakni produk benang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 161/PMK.010/2019.
"Dalam PMK tersebut diatur bea masuk tindakan pengamanan sementara untuk barang impor produk benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial dikenakan biaya sebesar Rp 1.045 per kilogram," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (5/12).
Selain itu, ada juga produk kain yang regulasinya tertuang dalam PMK 162/2019, dan produk tirai dalam PMK 163/2019.
Baca Juga: Cukupkah mekanisme safeguard untuk lindungi industri dalam negeri?
Adapun untuk produk hulu yakni produk serat staple dan filamen tidak dikenakan safeguard tapi Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebagai akibat adanya unfair trade dari produsen yang tertuduh.
Setelah produk hulu dikenakan BMAD maka produk tengah dan hilir dilakukan safeguard atau Bea Masuk Tindakan Pengamanan seperti yang sudah dikenakan sementara ini dengan PMK yang ada. Termasuk saat ini sedang dikaji oleh industri hilir untuk mengajukan permohonan safeguard.
Banyaknya produk impor yang masuk membuat industri hulu tekstil kena dampaknya. Sebab banyak bahan baku yang harganya lebih ekonomis terus berdatangan dari impor.
Baca Juga: Ada tiga produk impor yang berpotensi merugikan industri dalam negeri, apa saja?
Khayam menjelaskan untuk mengendalikan bahan baku impor yang murah, pemerintah selain mengenakan safeguard pada industri tengah juga melakukan pembatasan berdasarkan Permendag 85/2015 Jo 64/2017 Jo 77/2019.
Isi Permendag tersebut adalah mewajibkan seluruh importir mempunyai Surat Persetujuan Impor (SPI) sehingga bahan baku dapat dikendalikan hanya untuk kebutuhan produksinya, berdasarkan kapasitas yang dimilikinya.
Adapun untuk industri hilir terutama untuk tujuan ekspor, pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan dikecualikan sehingga mendapat kemudahan impor.
Baca Juga: Optimis IEU CEPA rampung, Wamendag: Ini kesempatan mendapat akses pasar dan investasi
Memang, masih ada sejumlah tantangan yang dirasakan industri hilir apalagi yang tujuan pasarnya dalam negeri. Khayam berharap industri hilir dapat memanfaatkan bahan baku lokal yang harganya mampu bersaing dengan bahan baku impor.
Adapun kalau melihat industri manufaktur secara umum, Kementerian Perindustrian telah menyiapkan dana US$ 31,5 miliar untuk berbenah. Dana ini akan digunakan untuk memenuhi keperluan investasi manufaktur khususnya Industrialisasi Substitusi Impor (ISI) hingga 2024 mendatang.
Pemerintah mencoba lakukan program Substitusi Impor yakni pemanfaatan bahan baku secara mandiri, tidak bergantung pada impor. Khayam menjelaskan ke depannya Indonesia mesti mampu mengolah bahan baku menjadi produk industri sehingga impor terbesar yakni bahan baku dapat ditekan.
Baca Juga: Perbankan mulai batasi kredit valas, ini alasannya
Setelah mampu memanfaatkan bahan baku dan ekspor produk jadi, Khayam memproyeksikan impor bahan baku khusus di industri kimia yang masih di atas US$ 20 miliar per tahun mampu dipangkas setengahnya atau minimal di bawah US$ 10 miliar per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News