Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mempersoalkan pembangunan pabrik pulp and paper PT OKI Pulp and Paper Mills, anak usaha Asia Pulp and Paper (APP) yang saat ini sedang berlangsung di Sumatera Selatan.
Menurut informasi dari Hutan Kita Institute, unit bisnis Grup Sinar Mas tersebut mengantongi izin dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2013 untuk kapasitas produksi 2 juta ton pulp per tahun dan 500.000 ton tisu per tahun.
APP juga mendapat tax holiday berupa pembebasan pajak penuh selama delapan tahun pertama beroperasi, lalu diskon pajak sebesar 50% selama dua tahun berikutnya.
Namun, APP berencana meningkatkan kapasitas produksi pulpnya sampai 2,8 juta ton per tahun, bahkan sampai 3,2 juta ton per tahun.
"Ini menjadi perhatian kami. Sebab, kebutuhan serat kayu dan lahan untuk memproduksi 2 juta ton pulp dan 3,2 juta ton pulp sangat jauh berbeda," ujar Direktur Eksekutif Hutan Kita Institute Aidil Fitri di Jakarta, Kamis (20/4).
Saat ini APP memiliki konsesi seluas 789.023 hektare (ha) di Sumatera Selatan. Konsesi tersebut sejatinya cukup untuk memasok kebutuhan kayu bagi OKI.
Masalahnya, 77% di antara konsesi berada di lahan gambut yang rawan terbakar. Sementara opsi mendatangkan kayu dari luar Sumatera Selatan tentunya akan memakan biaya yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, LSM mendesak pemerintah meninjau kembali lahan gambut yang sudah ada izinnya. "Kalau hanya moratorium untuk izin baru tidak cukup," ujar Aidil.
Sementara kepada APP, LSM mendesak untuk mengumumkan rencana pemenuhan bahan baku secara transparan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News