Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi covid-19 mempercepat penetrasi transaksi digital, termasuk perdagangan melalui e-commerce. Nilai transaksi bruto atau Gross Merchandise Value (GMV) perusahaan e-commmerce pun tumbuh pesat seiring dengan meningkatnya minat masyarakat untuk berbelanja secara digital.
Merujuk pada riset pasar yang dilakukan oleh Euromonitor International, Tokopedia menjadi perusahaan ritel dengan nilai transaksi bruto terbesar di Asia Tenggara, yang mencapai US$ 11,68 miliar. Tokopedia memuncaki daftar "Southeast Asia Top 10 Retailers".
Tokopedia mengungguli Seven & I Holding Co. Ltd. di peringkat kedua dengan nilai US$ 11,53 miliar. Di tangga ketiga ada Sea Ltd. perusahaan Singapura yang merupakan induk dari Shopee, dengan nilai transaksi US$ 8,73 miliar.
Perusahaan ritel dari Indonesia lainnya masuk ke jajaran lima dan enam besar secara berurutan adalah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) dengan nilai GMV US$ 6,43 miliar serta Salim Group dengan nilai US$ 6,22 miliar.
Baca Juga: Lengkapi ekosistem digital, Kioson Komersial (KIOS) luncurkan IndoXC.com
Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef, Nailul Huda mengungkapkan, ada beberapa alasan yang menyebabkan nilai transaksi kotor (GMV) perusahaan e-commerce seperti Tokopedia ataupun Shopee bisa lebih tinggi dari perusahaan dengan jejaring ritel offline yang tersebar luas seperti Alfamart dan Indomaret.
Pertama, produk yang dijual di e-commerce atau platform marketplace jauh lebih banyak dan beragam ketimbang jejaring ritel minimarket atau pun supermarket. "Mungkin perhitungannya retail semua barang. Kalau menghitung penjualan produk kategori fashion, elektronik, beauty, jadi ya wajar Tokopedia dan Shopee jadi lebih besar dari Alfamart. Kalau di breakdown barangnya sama yang dijual di Alfamart atau Indomaret, mungkin akan lebih ketat harganya," kata Huda saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (10/9).
Kedua, pandemi covid-19 mendorong pertumbuhan ritel online secara signifikan. Apalagi, produk-produk groceries termasuk makanan dan bahan makanan yang dibeli masyarakat melalui e-commerce semakin meningkat.
Huda memberikan gambaran, permintaan dari groceries secara online tumbuh hingga 33% di kawasan Asia Tenggara. Adapun Indonesia merupakan negara dengan pasar digital terbesar di Asia Tenggara. Oleh sebab itu, sebagai suatu perusahaan, transaksi yang tercatat di e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee akan sangat besar.
Namun jika melihat secara keseluruhan dengan melibatkan transaksi jual beli di pasar dan warung kelontong, Huda menyebut kontribusi ritel online di Indonesia masih relatif kecil, yakni berkisar di angka 7,5% hingga 10% terhadap penjualan ritel nasional.
Tapi patut dicatat, angka itu menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Pasalnya pada empat-lima tahun yang lalu, kontribusi ritel online baru sebesar 2%-4% saja. "Jadi bisa dibilang pertumbuhan penjualan ritel online termasuk cepat," sambung Huda.
Dia melihat, jika perusahaan dengan jejaring ritel offline yang kuat seperti Alfamart dan Indomaret bisa mengembangkan pasar dengan penetrasi digital, maka persaingan di bisnis ritel akan semakin sengit. "Dengan pertumbuhan permintaan yang bisa mencapai 33%, prospek ritel online ini sangat menjanjikan," sebut Huda.