Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk tidak menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di bulan Mei dan memilih untuk terus memantau perkembangan harga minyak dunia.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai keputusan pemerintah kurang tepat dan cenderung tidak adil terhadap konsumen. Sebab, ketika harga minyak dunia naik, pemerintah dengan serta merta ikut mengerek harga BBM.
“Pada saat harga terpuruk turun, mereka (pemerintah) belum juga menurunkan harga BBM, terutama non subsidi,” ujar dia, Senin (11/5) malam.
Baca Juga: Harga BBM di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda penurunan
Fahmy memprediksi, harga minyak dunia masih akan berada dalam tren melemah kendati negara-negara anggota OPEC telah memutuskan untuk memangkas produksi minyak sebesar 9,7 juta barel per hari dari bulan Mei hingga Juni nanti.
Pasalnya, koreksi harga minyak dunia yang terjadi belakangan ini sangat dipengaruhi oleh rendahnya permintaan konsumen seiring pandemi virus corona. Wabah ini sendiri tidak akan selesai dalam waktu dekat, sehingga hampir dipastikan permintaan terhadap minyak dunia masih akan rendah dalam beberapa waktu ke depan.
“Karena itu langkah pemerintah untuk memantau harga minyak dunia lebih dahulu ketimbang menurunkan harga BBM kurang beralasan,” ungkap dia.
Menurutnya, penurunan harga BBM bisa meringankan beban masyarakat yang sudah terpuruk akibat wabah corona. Diharapkan, kebijakan tersebut bisa menjaga daya beli masyarakat sekaligus berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional.