Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Negosiasi divestasi sebesar 10% saham PT Freeport Indonesia dan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) masih mandek, sejak pembahasan terakhir pada tahun lalu.
Sejatinya, IUPK PT Freepot Indonesia bakal berakhir pada 2041. Perpanjangan IUPK PT Freeport Indonesia mensyaratkan perjanjian jual beli saham baru tak dapat terdilusi sebesar minimal 10% kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal ini, Holding Industri Pertambangan Indonesia (MIND ID), sehingga total saham Indonesia menjadi minimal 61%, dari yang saat ini 51% kepemilikan saham MIND ID di PT Freeport Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pembahasan terkait kelanjutan IUPK PT Freeport Indonesia hingga saat ini belum membuahkan keputusan.
Bahlil mengungkapkan, topik perpanjangan IUPK Freeport pernah dibahas ketika dirinya masih menjabat sebagai Menteri Investasi/BKPM, namun belum ada kesepakatan yang dicapai.
Baca Juga: ESDM Targetkan Pembangunan Fasilitas LNG Terapung di Tiongkok Rampung Kuartal I-2027
Salah satu isu yang sempat dibicarakan adalah rencana penambahan 10% saham BUMN. Dalam pembahasan tersebut, Bahlil mendorong agar tambahan saham itu tidak perlu dibeli berdasarkan valuasi harga saat ini, melainkan diperoleh dengan harga semurah mungkin dan berpotensi tanpa menggunakan nilai yang tinggi.
"Perpanjangan IUPK PTFI saat ini masih dalam pembicaraan," kata VP Corporate Communications PT Freeport Indonesia Katri Krisnati kepada Kontan, Rabu (13/8).
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar menilai mandeknya negosiasi utamanya disebabkan valuasi harga saham.
"Untuk mencapai titik temu dan kesepakatan memang membutuhkan waktu yang panjang. Pemerintah pasti ingin harga rendah, sebaliknya Freeport pasti ingin harga tinggi," kata Bisman kepada Kontan, Rabu (13/8).
Menurut Bisman, menambah saham sampai 61% tersebut sesuatu yang baik, ini untuk menambah penguasaan atau pengendalian atas Freeport dan untuk mendapatkan hasil dividen yang lebih besar.
Namun, kata Bisman, saat ini hal tersebut tidak mendesak dan tidak perlu menjadi prioritas. Pemerintah Indonesia melalui MIND ID bisa memaksimalkan peran dalam manajemen dan pemanfaatan sumber daya lokal, serta fokus pada hilirisasi.
"Selain itu, modal untuk membeli saham tambahan divestasi tersebut bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan dan investasi lain," tandasnya.
Sebelumnya, PT Freeport Indonesia bersiap memulai produksi perdana katoda tembaga dari fasilitas smelter barunya pada pekan depan.
Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengatakan, smelter tersebut kini telah rampung dan siap memasuki tahap operasional penuh.
Baca Juga: Kementerian ESDM Ungkap Sedang Godok Regulasi Baru Soal Harga Biodiesel B40
“Rencana minggu depan produksi pertama dari smelter terbaru katodata tembaga dan tahun ini direncanakan total 441.000 ton,” kata Tony saat ditemui di Kompleks DPR RI, Rabu (16/7).
Produksi katoda tembaga ini akan menjadi bagian penting dalam ekosistem hilirisasi mineral nasional. Produk tembaga dengan kadar 99,99% ini nantinya menjadi bahan baku industri lanjutan seperti kabel, peralatan listrik, hingga komponen kendaraan listrik.
Selain tembaga, smelter PTFI yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur, juga telah memproduksi emas dan perak batangan.
“Ini kan kami sebagai perusahaan ini kan kita smleternya sudah jadi, sudah beroperasi, sudah akan segera produksi katodat tembaga mulai minggu depan, emas batangan sudah diproduksi, perak batangan sudah diproduksi Ini kan akan sangat baik buat ekosistem hilirisasi,” jelas Tony.
Tony menekankan hilirisasi di sektor pertambangan, khususnya tembaga, sudah mencapai titik akhir. Tantangan selanjutnya adalah membangun industri manufaktur berbasis logam untuk menyerap produk hasil olahan dalam negeri.
“Dan hilirisasi dari sektor tambang itu sudah final. Hilirisasi lanjutan yang kita butuhkan yaitu di manufacturing side. Kalau kami kan 99,99% metal sudah diproduksi,” ujarnya.
Adapun hingga saat ini, sekitar 50% produk PTFI masih diekspor, terutama produk dengan kadar logam di bawah 99,99%.
“Sekarang ini masih sekitar 50%-nya diekspor. Karena ada beberapa produk kami yang kadarnya di bawah 99,99%. Ini masih diekspor. Lebih dari 50% Antam.,” imbuh Tony.
"Insya Allah pekan depan,” pungkas Tony.
Untuk diketahui, perpanjangan IUPK diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024, sebagai perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021. Aturan baru ini ditandatangani Presiden Joko Widodo dan berlaku efektif pada 30 Mei 2024.
PP tersebut menyisipkan Pasal 195A dan 195B, yang memberikan dasar hukum bagi pemberian IUPK lanjutan, selama masih tersedia cadangan, dengan evaluasi setiap 10 tahun.
Adapun, berdasarkan regulasi pada PP No. 25 Tahun 2024 (Pasal 195A dan 195B), berikut syarat minimum yang harus dipenuhi PTFI untuk mendapatkan perpanjangan IUPK: memiliki fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian (smelter) terintegrasi dalam negeri, memiliki ketersediaan cadangan mineral mencukupi untuk mendukung operasi fasilitas tersebut, kepemilikan saham oleh pihak Indonesia minimal 51%, perjanjian jual beli saham baru tak dapat terdilusi sebesar minimal 10% kepada BUMN, sehingga total saham Indonesia menjadi minimal 61%, memperhatikan upaya peningkatan penerimaan negara, komitmen investasi baru, termasuk kegiatan ekplorasi lanjutan dan peningkatan kapasitas fasilitas pemurnian, disetujui oleh Menteri terkait.
Baca Juga: Investasi Sektor ESDM Semester I-2025 Tembus US$13,9 Miliar, Tertinggi dalam 5 Tahun
Selanjutnya: GOTO Optimistis Capai Target EBITDA yang Disesuaikan Rp 1,6 Triliun
Menarik Dibaca: Jadwal Pertandingan Final UEFA Super Cup 2025: PSG vs Tottenham (14/8/2025)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News