kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Konsumsi BBM Ron rendah sudah ketinggalan zaman


Jumat, 19 Juni 2020 / 06:12 WIB
Pengamat: Konsumsi BBM Ron rendah sudah ketinggalan zaman


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bahan bakar minyak (BBM) research octane number (RON) rendah seperti Premium, dinilai sudah tidak sesuai perkembangan zaman apalagi kendaraan bermotor, baik roda dua, maupun roda empat saat ini mayoritas sudah menggunakan teknologi terbaru yang mengharuskan konsumsi BBM dengan RON tinggi, minimal RON 92, seperti Pertamax.

BBM RON rendah juga lebih boros dan berdampak negatif pada mesin.  Apalagi mayoritas negara di dunia sudah tidak ada yang menjual BBM Ron 88 seperti premium. 

Mesin kendaraan berrmotor keluaran terbaru, memang tidak diperuntukkan bagi BBM RON rendah seperti Premium. Jika dipaksakan, maka akan memunculkan banyak masalah. Karena pembakaran tidak sempurna, maka mesin akan menjadi mengelitik, tenaga berkurang, dan membuat mesin tidak awet.  

Baca Juga: Perhatian, BBM Premium dan Pertalite masih tersedia di SPBU, tidak dihapus!

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai, untuk mendorong konsumsi BBM RON tinggi, penjualan premium sudah seharusnya mulai dibatasi.

Hanya saja, harus diakui ada tantangan lain, sisi konsumsi solar subsidi, karena banyak kendaraan yang angkutan yang digunakan, di mana dampaknya kalau tidak ada solar subsidi bisa berakibat naiknya ongkos transportasi dan harga barang bisa naik juga.

Namun ia yakin, pemerintah punya skema terbaik mendorong kendaraan angkutan menggunakan BBM dengan kualitas bagus. Bahkan, agar konsumsi BBM RON tinggi seperti Pertamax bisa lebih tinggi, pemerintah disarankan mendorong masyarakat untuk beralih ke Pertamax series.

Selain itu, menyediakan bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah. Misalnya RON 92 seharga RON 88 atau RON 90. 

“Pemerintah bisa membuat standar bahan bakar yang lebih baik dan segera menerapkannya, misalnya Euro IV, demikian juga membuat kebijakan fuel economy untuk kendaraan bermotor yang progresif,” kata Mamit dalam keterangannya, Rabu (18/6).

Mengenai keunggulan BBM RON tinggi seperti seri Pertamax, ibarat ‘makanan bergizi’ bagi kendaraan. Kalau BBM yang dipakai berkualitas, maka performa dan keawetan mesin juga sangat terjaga. Karena itu pula, maka tidak menjadi persoalan ketika kendaraan keluaran lama pun mempergunakan Pertamax. 

Selain berdampak negatif bagi mesin kendaraan bermotor, BBM RON rendah juga berakibat buruk terhadap lingkungan hidup dan kesehatan. Karena pembakaran tidak sempurna, maka BBM RON rendah akan menghasilkan emisi sangat tinggi.

Selain itu, juga akan menghasilkan karbon monoksida dan nitrogen dioksida yang juga tinggi.  Penggunaan BBM berkualitas akan mendorong penurunan emisi dan memperbaiki kualitas udara.

Bahan bakar berkualitas juga membuat sistem pembakaran mesin (engine combustion) lebih sempurna sehingga lebih irit BBM, mesin awet & mempermudah perawatan kendaraan. Kata Mamit,  beban negara untuk BBM berkurang karena dana kompensasi dialihkan ke sektor/pos lain yang lebih membutuhkan sehingga menjadi lebih tepat sasaran.

Angka yang menunjukkan mutu bahan bakar serta daya tahannya untuk menahan kompresi di ruang bakar sebelum terbakar secara spontan. Angka nilai oktan terentang dari 85 -100.

Baca Juga: Wow, laba bersih Pertamina capai Rp 35,8 triliun tahun 2019

Semakin tinggi nilai oktan, semakin tinggi tekanan yang dapat diberikan terhadap bahan bakar di ruang bakar.

Pada 2018, terdapat mobil penumpang sebanyak 16.440.987, sementara sepeda motor pada 2018 tercatat mencapai 120.101.047, adapun mobil barang 7.778.544, sehingga total kendaraan 146.858.759. 

Dengan banyaknya keluaran kendaraan tahun 2010 ke atas di Indonesia, seharusnya BBM yang banyak digunakan saat ini sesuai dengan teknologi kendaraannya.

Karena itu, tidak tepat jika kendaraan produksi terbaru, menggunakan BBM dengan oktan rendah, karena akan cenderung lebih banyak emisi gas rumah kaca, kemudian kurang dalam segi fuel economy, serta cenderung menghasilkan deposit yang lebih tinggi sehingga mesin tidak optimal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×