kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat: Penurunan jumlah kepemilikan pesawat udara niaga tak drastis


Kamis, 19 November 2020 / 18:40 WIB
Pengamat: Penurunan jumlah kepemilikan pesawat udara niaga tak drastis
ilustrasi pesawat


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Anna Suci Perwitasari

Alvin mengakui, besarnya jumlah kepemilikan dan penguasaan pesawat yang diatur dalam UU 1/2009 memang menjadi salah satu penghalang investasi baru di bidang transportasi udara. Itu sebabnya, tidak ada pemain baru yang muncul dalam 10 tahun terakhir.

Akan tetapi, perubahan aturan ini juga memiliki risiko tertentu. Bisa jumlah penguasaan diturunkan menjadi dua, maka bila terdapat lima maskapai penerbangan yang ada bisa jadi tidak akan cukup melayani kebutuhan transportasi udara di Indonesia.

Lebih lanjut dia menjelaskan, penetapan jumlah kepemilikan dan penguasaan pesawat udara untuk angkutan udara niaga berjadwal bukan tanpa pertimbangkan. Menurutnya, ini sudah memperhitungkan efisiensi dan produktivitas.

Dia menerangkan, bila pesawat mengelola atau mengoperasi sebanyak 10 pesawat, maka yang benar-benar bisa beroperasi setiap hari hanya ada delapan pesawat, karena ada satu pesawat yang harus menjalani pemeliharaan, dan satu pesawat sebagai cadangan.

Baca Juga: Pengembangan mobil listrik terkendala harga yang mahal dan minimnya infrastruktur

Ini juga memperhitungkan rute ditempuh, frekuensi dan lain sebagainya. Menurutnya, semakin sedikit jumlah pesawat yang dioperasikan maka fixed cost akan semakin besar, sehingga kurang efisien.

Pertimbangan lain penetapan penguasaan dan kepemilikan ini karena banyak maskapai penerbangan yang menggunakan pesawat sewa. Dikhawatirkan, bila perusahaan tersebut mengalami gangguan keuangan maka dia tidak akan bisa bertahan.

"Tetapi kalau punya modal lima itu mereka betul-betul yang mau menanamkan uangnya dan punya modal. Jangan lupa industri transportasi udara ini capital intensive, tidak bisa hanya mengandalkan pesawatnya sewa semua, memutarkan uang saja," jelasnya.

Menurutnya, bila maskapai penerbangan langsung menutup usahanya ketika mengalami kesulitan keuangan, maka ini bisa menyebabkan masalah bagi konsumen. Karenanya, kebijakan ini turut melindungi konsumen maupun mitra kerja, termasuk penyelenggara bandara dan lain sebagainya.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×