kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Penurunan jumlah kepemilikan pesawat udara niaga tak drastis


Kamis, 19 November 2020 / 18:40 WIB
Pengamat: Penurunan jumlah kepemilikan pesawat udara niaga tak drastis
ilustrasi pesawat


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah mengatur jumlah kepemilikan dan penguasaan pesawat udara sebagai kewajiban bagi pemegang izin usaha angkutan udara niaga mendapat masukan dari pengamat penerbangan. 

Pengamat Penerbangan Alvin Lie menyarankan, agar penurunan jumlah minimal kepemilikan pesawat udara, khususnya untuk angkutan udara niaga berjadwal.

"Saran saya untuk niaga berjadwal itu kalaupun diturunkan jangan drastis. Dari 10 kemudian menjadi dua atau satu itu terlalu drastis, mungkin niaga berjadwal itu minimal mengoperasikan lima, dari lima itu sedikitnya tiga dimiliki itu agak masuk akal," ujar Alvin kepada Kontan.co.id, Rabu (18/11).

Asal tahu saja, pengaturan tentang jumlah kepemilikan dan penguasaan pesawat udara sebagai kewajiban bagi pemegang izin usaha angkutan udara niaga terdalam dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Peraturan Pelaksanaan UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Sektor Transportasi.

Baca Juga: Indonesia-AS teken MoU pendanaan infrastruktur dan perdagangan, nilainya US$ 750 juta

Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa angkutan udara niaga berjadwal memiliki paling sedikit satu  unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit dua unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan operasional penerbangan sesuai dengan rute yang dilayani.

Sementara dalam UU nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan pasal 118 ayat 2 huruf a disebutkan, angkutan udara niaga berjadwal memiliki paling sedikit lima unit pesawat udara dan menguasai paling sedikit lima unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute yang dilayani.

Meski begitu, Alvin mengatakan, keputusan ini akan diserahkan kepada pertimbangan pemerintah.

"Kita lihat nanti bagaimana pertimbangan pemerintah, yang penting ada keseimbangan antara mengundang investor dengan perlindungan terhadap kepentingan konsumen dan juga jangan mengabaikan aspek ketahanan nasional kita jika terjadi kondisi krisis," jelas dia. 

Alvin mengakui, besarnya jumlah kepemilikan dan penguasaan pesawat yang diatur dalam UU 1/2009 memang menjadi salah satu penghalang investasi baru di bidang transportasi udara. Itu sebabnya, tidak ada pemain baru yang muncul dalam 10 tahun terakhir.

Akan tetapi, perubahan aturan ini juga memiliki risiko tertentu. Bisa jumlah penguasaan diturunkan menjadi dua, maka bila terdapat lima maskapai penerbangan yang ada bisa jadi tidak akan cukup melayani kebutuhan transportasi udara di Indonesia.

Lebih lanjut dia menjelaskan, penetapan jumlah kepemilikan dan penguasaan pesawat udara untuk angkutan udara niaga berjadwal bukan tanpa pertimbangkan. Menurutnya, ini sudah memperhitungkan efisiensi dan produktivitas.

Dia menerangkan, bila pesawat mengelola atau mengoperasi sebanyak 10 pesawat, maka yang benar-benar bisa beroperasi setiap hari hanya ada delapan pesawat, karena ada satu pesawat yang harus menjalani pemeliharaan, dan satu pesawat sebagai cadangan.

Baca Juga: Pengembangan mobil listrik terkendala harga yang mahal dan minimnya infrastruktur

Ini juga memperhitungkan rute ditempuh, frekuensi dan lain sebagainya. Menurutnya, semakin sedikit jumlah pesawat yang dioperasikan maka fixed cost akan semakin besar, sehingga kurang efisien.

Pertimbangan lain penetapan penguasaan dan kepemilikan ini karena banyak maskapai penerbangan yang menggunakan pesawat sewa. Dikhawatirkan, bila perusahaan tersebut mengalami gangguan keuangan maka dia tidak akan bisa bertahan.

"Tetapi kalau punya modal lima itu mereka betul-betul yang mau menanamkan uangnya dan punya modal. Jangan lupa industri transportasi udara ini capital intensive, tidak bisa hanya mengandalkan pesawatnya sewa semua, memutarkan uang saja," jelasnya.

Menurutnya, bila maskapai penerbangan langsung menutup usahanya ketika mengalami kesulitan keuangan, maka ini bisa menyebabkan masalah bagi konsumen. Karenanya, kebijakan ini turut melindungi konsumen maupun mitra kerja, termasuk penyelenggara bandara dan lain sebagainya.

Lebih lanjut, dia mengatakan bila maskapai penerbangan hanya mengandalkan pesawat yang disewa, maka ketika ada masalah seperti saat ini bisa jadi pesawat tersebut tidak bisa diterbangkan karena ditarik kembali oleh pihak yang menyewakan

"Inilah pertimbangan kalau terjadi hal-hal atau situasi seperti sekarang ini, minimal setiap maskapai memiliki 5 pesawat, itu masih bisa dioperasikan," terang Alvin.

Tak hanya angkutan udara niaga berjadwal, jumlah kepemilikan angkutan udara niaga tidak berjadwal dan angkutan udara niaga khusus mengangkut kargo pun mengalami perubahan.

Angkutan udara niaga tidak berjadwal memiliki paling sedikit 1 unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan operasional penerbangan sesuai dengan rute yang dilayani sementara angkutan udara niaga khusus mengangkut kargo memiliki paling sedikit 1 unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan operasional penerbangan sesuai dengan rute yang dilayani.

Baca Juga: Begini syarat untuk mengisi daya kendaraan listrik di rumah

Namun, Alvin menilai perubahan jumlah kepemilikan untuk angkutan udara tidak berjadwal dan angkutan udara niaga khusus kargo tidak terlalu signifikan.

"Kalau niaga tidak berjadwal itu tidak masalah, karena itu adalah carter biasanya. Kargo juga demikian, tidak semasif niaga berjadwal yang dimana menjual tiket di depan dengan rute yang masif, yang mengutamakan volume jumlah penumpang yang diangkut," jelas Alvin.

Sementara itu, Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengapresiasi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) atas aturan ini. Dia berharap, dengan batas kepemilikan dan penguasaan pesawat yang lebih minimal, dapat memberikan fleksibilitas bagi pengusaha untuk menunjang kegiatan transportasi di wilayah timur

"Kami mengapresiasi Dirjen udara,  karena Dengan meminimalisir jumlah minimal tentu ini memperbolehkan pengusaha untuk dapat melakukan kegiatan transportasi reguler di wilayah timur indonesia," kata Denon.

Selanjutnya: Aset negara senilai Rp 7,87 triliun akan diberikan untuk 4 perusahaan BUMN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×