Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Pratama Guitarra
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merevisi target capaian fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter). Semula, ditargetkan bakal ada 52 smelter yang beroperasi di Indonesia mulai tahun 2022.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Yunus Saefulhak mengungkapkan, berdasarkan hasil evaluasi atas kewajiban yang harus dilaksanakan para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), ada 4 smelter yang tidak memenuhi kewajiban dan kelanjutan proyeknya tidak jelas. Sehingga, target dikurangi dari 52 menjadi 48 smelter.
"Karena 4 smelter tersebut tidak dapat memenuhi kewajiban. Tidak hanya kewajiban progresnya yang tidak terpenuhi, tapi juga kewajiban lainnya seperti laporan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya)," ungkap Yunus kepada Kontan.co.id, Minggu (28/6).
Yunus memang tidak membeberkan secara detail proyek smelter dari perusahaan mana saja yang tidak melanjutkan pengerjaan. Yang jelas, 4 smelter itu terdiri dari 3 smelter nikel dan 1 smelter pasir besi.
Baca Juga: Hilirisasi pertambangan banyak yang tertunda, berikut alasannya Hilirisasi pertambangan banyak yang tertunda, berikut alasannya
Saat ini, sudah ada 17 smelter yang beroperasi. Terdiri dari 11 smelter nikel, 2 smelter bauksit, 1 smelter besi, 2 smelter tembaga, dan 1 smelter mangan. Berarti, masih ada 31 proyek smelter yang saat ini dalam proses pengerjaan.
Selain jumlah yang berkurang, sayangnya target operasional smelter bakal mundur dari jadwal. Alasannya, pandemi covid-19 menyebabkan banyak proyek yang tertunda. Belum lagi untuk proyek yang sedari awal menemui kesulitan pendanaan.
Yunus sendiri menerangkan bahwa covid-19 sangat berpengaruh terhadap pengerjaan proyek smelter. Khususnya karena arus barang dan aktivitas tenaga kerja yang terbatas.
Baca Juga: Batal diambil Antam, tambang emas Nusa Halmahera Mineral diborong pengusaha lokal?
"Barang, peralatan dan tenaga ahli yang berasal dari negara produsen teknologi mengalami keterlambatan dalam penyelesaian dan pengirimannya," sebut Yunus.
Alhasil, target operasional smelter yang awalnya dijadwalkan paling lambat tahun 2022 bakal mundur setahun ke 2023. Beruntung, Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 atau UU Minerba yang baru masih memberi ruang untuk hal tersebut. "Sesuai UU No. 3 Tahun 2020, sampai dengan 2023," kata Yunus.
Sebagai gambaran, berdasarkan Pasal 170 A UU Minerba baru itu, disebutkan bahwa pemegang kontrak atau izin pertambangan mineral logam yang dalam proses pembangunan smelter masih dapat melakukan penjualan produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu ke luar negeri (ekspor) dalam jangka waktu paling lama tiga tahun sejak undang-undang ini mulai berlaku.