Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi gas bumi masih menemui sejumlah kendala. Minimnya serapan pasar atau belum adanya kepastian demand menjadi salah satu kendala utama dalam pembangunan jaringan gas.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa menjelaskan, pembangunan pipa transmisi gas bumi bisa dilakukan melalui tiga skema. Yakni, lelang oleh BPH Migas, penugasan dari Kementerian ESDM dan inisiatif dari badan usaha.
Ifan, sapaan akrab Fanshurullah, memaparkan progres dan kendala dari masing-masing proyek yang ada. Pertama, dari hasil lelang, ada ruas transmisi Gresik Semarang yang dimenangkan oleh PT Pertamina Gas, dengan tarif pengangkutan sebesar US$ 0,25 per MMBTU.
Progres proyek ini sudah 100% namun masih diperlukan pembangunan pipa distribusi. Saat ini sedang dibangun pipa distribusi Aroma Kopi dengan progres yang masih 24,57%.
Baca Juga: BPH Migas soroti tersendatnya proyek pipa gas Cirebon-Semarang
Selanjutnya ada proyek pipa transmisi Cirebon-Semarang yang dimenangkan oleh PT Rekayasa Industri (Rekind), dengan tarif pengangkutan sebesar US$ 0,36 per MMBTU. Ifan bilang, pembangunan proyek tersebut masih mencari pendanaan dan juga calon pembeli gas bumi (shipper).
Sehingga, proyek ini terkendala belum adanya Gas Transportation Agreement (GTA) atau perjanjian kerjasama antara transporter dan shipper. Artinya, proyek pipa transmisi gas ini juga terkendala dari sisi serapan (demand) yang masih menunggu kepastian pembeli.
"Kendalanya adalah kepastian demand-nya, belum ada GTA, kemudian juga dari sisi pendanaan. Walaupun kami sudah dapat info, ada yang siap untuk pendanaannya," ujar Ifan dalam Rapat Dengar Pendapat yang digelar Komisi VII DPR RI, Selasa (15/9).
Lalu, ada proyek pipa transmisi gas bumi Kalimantan-Jawa 2 (Kalija 2) yang dikerjakan oleh PT Bakrie & Brother (BNBR). Proyek transmisi yang dimenangkan BNBR sejak 2006 itu hingga saat ini progresnya masih belum berprogres. Sebab, proyek yang dikenakan tarif pengangkutan US$ 0,814 per MMBTU itu belum memiliki PPG/GTA dengan calon shipper.
"Kalija yang dimenangkan BNBR pada 2006 juga sedang mencapai calon shipper," sambung Iran.
BPH Migas pun menyarankan agar BNBR perlu bekerjasama dengan PT Pertagas yang berencana membangun pipa transmisi ruas Senipah-Balikpapan yang sejaluh dengan ruas pipa Kalija 2.
Kedua, proyek dikerjakan melalui skema penugasan. Ada proyek transmisi Duri-Dumai yang terkendala pertumbuhan pasar gas bumi yang masih rendah. Apalagi proyek kilang Refinery Development Master Plan (RDMP) juga belum beroperasi. Sebagai gambaran, realisasi penyaluran saat ini hanya 37,1 mscfd dari desain kapasitas sebesar 170 Mscfd.
Baca Juga: BPH Migas sebut Indonesia tak punya cadangan BBM nasional, begini penjelasannya
Proyek penugasan lainnya adalah ruas WNTS-Pemping, yang saat ini belum dimulai pembangunannya sejak penugasan tahun 2016. Kendalanya, masih menunggu kepastian pasokan gas bumi. Persoalan lainnya ialah, PT PLN (Persero) sebagai pemegang alokasi gas (calon shipper) di Batam belum memanfaatkan alokasi tersebut.
Menurut BPH Migas, pemerintah perlu mendorong PT PGN melakukan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan West Natuna Exploration Ltd (Conrad Petroleum) untuk pemanfaatan di Batam Gas Bumi yang berasal dari Wilayah Kerja Duyung (West Natuna).
Yang jelas, kedua proyek penugasan tersebut memerlukan kepastian demand untuk menyerap gas yang dialirkannya. Antara lain melalui pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). "Untuk kedua ruas tersebut, saat ini masih membutuhkan konsumen gas untuk memaksimalkan utilisasi pipa," sebut Ifan.
Ketiga, proyek transmisi gas dari inisiatif badan usaha, yang juga menemui kendala serupa. Pada ruas Arun-Belawan, terkendala rendahnya serapan gas dari PLN yang semula direncanakan 150 Mscfd saat ini hanya 50 Mscfd.
Selain itu juga karena rendahnya pertumbuhan konsumsi gas oleh industri. Sehingga gas yang dialiarkan dari ruas Arun-Belawan hanya sebesar 76,71 Mscfd dari desain kapasitas yang mencapai 200 Mscfd.
Hal yang sama juga menimpa ruas transmisi Grisik-Pusri yang terkendala rendahnya utilitas pipa karena batalnya PLN sebagai shipper. Gas yang dialirkan di ruas ini hanya 75,62 Mscfd dari desain kapasitas 160 Mscfd.
Lebih lanjut, untuk jaringan distribusi gas bumi, Ifan menjelaskan bahwa saat ini BPH Migas memiliki 190 Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) yang diusulkan oleh 25 badan usaha.
Baca Juga: Pertamina tuntaskan digitalisasi 225 SPBU di Sumbagsel
Namun, untuk dapat melelang dan mengembangkan WJD tersebut BPH Migas menunggu penetapan Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional (RIJTDGBN) yang belum juga ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
"BPH Migas mengharapkan RIJTDGBN dapat segera ditetapkan oleh Menteri ESDM sebagai dasar pelaksanaan lelang," harap Ifan.
Dalam forum RDP tersebut, Komisi VII DPR RI pun memberikan tanggapan. Dalam kesimpulan rapat, Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno menyampaikan bahwa pihaknya mendorong agar Menteri ESDM segera melakukan revisi Kepmen ESDM RI Nomor 2799 K/11/MEM/2012 terkait RIJTDGBN sebagai dasar pelaksanaan lelang ruas pipa gas transmisi.
Selain itu, Eddy juga menyatakan, Komisi VII mendesak BPH Migas untuk menyelesaikan kendala yang dihadapi dalam pembangunan pipa gas bumi Cirebon-Semarang sehingga bisa selesai pada Februari 2022.
Komisi VII pun mendorong agar pembangunan pipa gas bumi Kalimantan-Jawa 2 bisa segera dimulai. "Terutama pipa transmisi dari Kalimantan Timur ke Kalimantan Selatan yang merupakan bagian dari pipa gas bumi Trans Kalimantan dalam major project RPJMN 2020-2024," pungkas Eddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News