Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana memberikan subsidi bagi produk mobil dan motor listrik. Pengusaha nasional Arsjad Rasjid berharap agar kebijakan tersebut tidak parsial, dalam arti sekadar insentif untuk produk kendaraan listrik. Kebijakan itu harus sejalan dengan rencana transisi menuju energi hijau atau energi bersih.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintah akan memberikan subsidi kendaraan listrik guna mendukung peran Indonesia dalam menurunkan emisi karbon. Nilai insentif itu Rp 80 juta untuk mobil listrik dan Rp 40 juta bagi mobil listrik berbasis hybrid. Sementara motor listrik baru diberi insentif Rp 8 juta dan motor konversi Rp 5 juta.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa rencana pemberian insentif tersebut masih dalam perhitungan. Kelak, keputusannya akan dibahas bersama dengan DPR.
Arsjad Rasjid merespons positif rencana tersebut.
“Insentif kendaraan listrik akan mempercepat elektromobilitas di Indonesia sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk dekarbonisasi di sektor transportasi,” ujar dia dalam keterangannya, Selasa (20/12).
Baca Juga: Toyota Catatkan 7.200 SPK Kijang Innova Zenix
Hingga 25 Oktober 2022 tercatat total sebanyak 31.827 unit kendaraan listrik yang telah memiliki Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Arsjad optimistis berbagai insentif akan memuluskan jalan menuju target 2 juta kendaraan listrik pada 2025.
Arsjad pun memaparkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang memperlihatkan lonjakan signifikan kepemilikan kendaraan listrik. Misalnya, pada Juli 2022 penjualan mobil listrik hanya 131 unit, Kemudian melonjak sekitar 15 kali lipat pada November, yaitu terjual 1.965 unit
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu mengingatkan bahwa kendaraan listrik merupakan bagian dari program peralihan menuju ekonomi hijau. Karena itu, dia berharap rencana pemberian insentif dapat sejalan dengan roadmap jangka panjang menuju energi hijau.
“Dengan begitu, antara satu kebijakan dengan kebijakan lain saling terkait dan menjadi lebih komprehensif dalam mendukung transisi energi menuju net zero carbon,” papar Arsjad.
Regulasi terbaru terkait dengan transisi energi adalah Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Kebijakan ini menjadi regulasi baru yang memperkuat komitmen Pemerintah dalam melaksanakan transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE).
Selain itu, pemerintah juga telah memiliki Grand Strategi Energi Nasional. Kebijakan ini menjadi peta jalan bagi transisi energi.
Pada puncaknya, kata Arsjad, Indonesia akan mencapai bebas emisi atau net zero emission pada 2060. Untuk mencapainya tentu perlu banyak pemangku kepentingan yang terlibat. Dari masyarakat sebagai konsumen, pabrikan kendaraan bermotor, penyedia listrik, serta pemerintah yang tak hanya memberikan insentif, tetapi juga regulasi.
Regulasi yang kondusif untuk mendukung pencapaian target energi bersih, katanya, sangat penting. Misalnya, regulasi yang memungkinkan energi terbarukan dapat diakses oleh industri.
“Kalau semakin sulit diakses, harganya akan mahal dan daya serap masyarakat akan rendah,” ungkap Arsjad.
Selain itu, Arsjad menyampaikan, kendala lain dalam pengembangan ekonomi hijau termasuk pendanaan dan teknologi. Untuk itu, kerja sama dan kemitraan antara publik dengan swasta dapat menjadi kunci menghadapi kedua tantangan ini.
Baca Juga: Suzuki Catatkan Kenaikan Penjualan Ritel Mobil 8% Pada November 2022
“Pemberian insentif seperti pajak dan tarif juga penting untuk mengakselerasi pemberdayaan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia dengan membuat EBT kompetitif dibandingkan dengan energi fosil dan membentuk pasar yang menarik bagi investor,” ujar Arsjad.
Insentif untuk kendaraan listrik sedianya sudah tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan. Lewat Perpres ini, kendaraan listrik di Indonesia ditargetkan ada 2 juta unit pada 2025.
“Perusahaan industri KBL Berbasis Baterai Bermerek Nasional sebagaimana dimaksud yang membangun fasilitas manufaktur dan perakitan KBL Berbasis Baterai di Indonesia dapat diberikan fasilitas tambahan,” bunyi Pasal 15 Perpres ini.
Perpres ini juga menyebutkan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan insentif berupa insentif fiskal dan insentif nonfiskal untuk mempercepat program KBL Berbasis Baterai untuk transportasi jalan. Selain itu, Perpres ini menyebutkan, terhadap industri KBL Berbasis Baterai yang akan membangun fasilitas manufaktur KBL Berbasis Baterai di dalam negeri dapat diberikan insentif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News