kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penjualan BBM tertekan, Pertamina butuh realisasi kompensasi Rp 45 triliun tahun ini


Senin, 29 Juni 2020 / 17:24 WIB
Penjualan BBM tertekan, Pertamina butuh realisasi kompensasi Rp 45 triliun tahun ini
ILUSTRASI. Pertamina masih menantikan pembayaran kompensasi selisih jual eceran BBM PSO yang menjadi utang pemerintah sejak 2017.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina masih menantikan pembayaran kompensasi selisih jual eceran bahan bakar minyak (BBM) public service obligation (PSO) yang menjadi utang pemerintah sejak tahun 2017 sebesar Rp 96,53 triliun.

Adapun, dari besaran tersebut hanya sekitar Rp 45 triliun yang akan dibayarkan pemerintah di tahun ini.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, dana tersebut dibutuhkan untuk memperkuat alokasi belanja modal Pertamina tahun ini sekitar US$ 6,2 miliar.

Anggaran belanja modal itu rencananya akan digunakan untuk membiayai sejumlah proyek strategis nasional (PSN) dan investasi kegiatan hulu migas.

"Dana diperlukannya sekarang karena Pertamina mengalami triple shock dimana sales menurun signifikan," ujar Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR, Senin (29/6).

Baca Juga: Pertamina menanti realisasi pembayaran utang pemerintah sebesar Rp 96,53 triliun

Ia merinci, per hari ini penurunan penjualan BBM nasional mencapai 25%. Bahkan pada beberapa kota besar yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) penurunan mencapai 50%.

Pertamina berpotensi kehilangan pendapatan hingga 45% pada tahun ini akibat pandemi corona dan fluktuasi harga minyak mentah.

Nicke bilang, pihaknya melakukan perhitungan dengan dua skenario sehingga memunculkan asumsi kehilangan pendapatan di atas 30%.

Skenario pertama yang tergolong skenario berat merupakan hitung-hitungan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar US$ 38 per barel dengan nilai tukar Rp 17.500 per dolar AS.

Dengan asumsi tersebut, potensi kehilangan pendapatan mencapai 38% dari target dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun ini sebesar US$ 58,3 miliar.

"Skenario kedua, sangat berat penurunannya 45% karena sangat bergantung pada penurunan ICP. Jadi luar biasa di atas 40%," tutur Nicke dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Virtual dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (16/4).

Skenario kedua yang digunakan Pertamina yakni dengan asumsi ICP sebesar US$ 31 per barel dengan nilai tukar Rp 20.000 per dolar AS.

Baca Juga: Pertamina resmi tunda pembangunan Kilang Bontang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×