kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.704.000   -3.000   -0,18%
  • USD/IDR 16.310   25,00   0,15%
  • IDX 6.803   14,96   0,22%
  • KOMPAS100 1.005   -3,16   -0,31%
  • LQ45 777   -4,08   -0,52%
  • ISSI 212   1,22   0,58%
  • IDX30 402   -2,62   -0,65%
  • IDXHIDIV20 484   -3,58   -0,73%
  • IDX80 114   -0,52   -0,46%
  • IDXV30 119   -0,94   -0,79%
  • IDXQ30 132   -0,40   -0,30%

Penjualan Mobil Listrik Melesat di 2024, Tetapi Baterainya Bukan Berbahan Nikel


Senin, 17 Februari 2025 / 17:56 WIB
Penjualan Mobil Listrik Melesat di 2024, Tetapi Baterainya Bukan Berbahan Nikel
ILUSTRASI. Mayoritas kendaraan listrik yang terjual di Indonesia tahun ini masih menggunakan baterai berbasis Lithium Ferro Phosphate (LFP), bukan berbasis nikel.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penjualan mobil listrik di Indonesia mengalami lonjakan tajam pada 2024. Kenaikannya mencapai  200% dibanding tahun sebelumnya.

Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengungkapkan, total penjualan mobil listrik baru tahun ini telah menembus angka sekitar 40 ribu unit. Jika dibandingkan dengan 2023, angka ini menunjukkan pertumbuhan signifikan. Sepanjang tahun 2023, jumlah kendaraan listrik yang terjual hanya sekitar 13 ribu unit.

"Juga dengan roda empat yang disampaikan bahwa hampir peningkatan volume mobil listrik itu hampir 200%. Sebelumnya 13 ribu unit 2023, 2024 itu hampir 40 ribu mobil listrik yang baru keluar, jadi itu signifikan," kata Toto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, Senin (17/2).

Baca Juga: IBC Resmi Jadi Holding, Ini Perkembangan Proyek Baterai di Indonesia

Namun, Toto mengakui mayoritas kendaraan listrik yang terjual tahun ini masih menggunakan baterai berbasis Lithium Ferro Phosphate (LFP), bukan berbasis nikel.

"Namun memang hampir 90%-nya basisnya LFP, belum berbasis nikel," jelasnya.

Mengingat Indonesia tidak memiliki sumber daya LFP, tetapi kaya akan cadangan nikel, Toto menekankan pentingnya dukungan regulasi untuk mendorong penggunaan baterai berbasis nikel dalam kendaraan listrik.

"Kita mungkin harus minta dukungan juga bagaimana secara regulasi kita bisa memberikan prioritas untuk baterai-baterai yang sifatnya nikel, Indonesia memiliki resources-nya langsung," katanya.

Selain itu, Toto menyoroti perlunya perbaikan iklim investasi agar lebih mendukung hilirisasi industri baterai berbasis nikel. Menurutnya, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan Tiongkok, terutama karena kebijakan tarif dari Amerika Serikat.

Baca Juga: Bos IBC Sebut 40%-45% Bahan Baku Baterai EV Berasal dari RI, Tapi Diproses di China

Saat ini, AS menerapkan tarif sebesar 40% untuk produk asal Tiongkok, sementara produk dari Indonesia hanya dikenakan tarif 10%. Hal ini, menurut Toto, bisa menjadi peluang strategis bagi Indonesia dalam mengembangkan industri baterai tidak hanya untuk pasar domestik tetapi juga global, termasuk Amerika Serikat.

Toto juga menekankan pentingnya regulasi yang mencakup seluruh rantai produksi industri baterai, dari hulu hingga hilir. Ia menegaskan bahwa kebijakan yang hanya berfokus pada produksi sel baterai tidak cukup untuk mendukung perkembangan industri secara menyeluruh.

"Tidak bisa dari baterai sel-nya saja dibuat regulasi, tapi kita proses hilirisasi dari hulu ke hilir, itu pun harus diberikan suatu regulasi supaya memudahkan baik investasi maupun pengembangan diri kita sendiri," pungkasnya.

Selanjutnya: DJP Siapkan Aturan Teknis Pelaksana Pajak Minimum Global

Menarik Dibaca: 5 Hal di Rumah yang Bisa Menyebabkan Stres, Singkirkan Segera!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×