Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peran Sovereign Wealth Fund (SWF) milik Indonesia, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara dinilai diperlukan untuk mendukung transisi energi hingga kepastian perkembangan proyek energi baru terbarukan (EBT) dalam negeri.
Menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), sesuai dengan target Indonesia mencapai net-zero emission (NZE) di tahun 2060 maka dibutuhkan pendanaan disektor EBT sebesar US$ 30-40 miliar per tahun.
"Kalau Danantara bisa mengambil porsi 30% saja, maka tiap tahun harus ada alokasi US$ 10 miliar. Sisanya bisa dimobilisasi dari pendanaan swasta," ungkap Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa saat dihubungi, Minggu (23/03).
Fabby menambahkan, jika Danantara bisa mengambil kapasitas lebih tinggi atau sekitar US$ 20 miliar, ini berarti alokasi untuk portfolio EBT Indonesia sudah separuhnya.
"Seiring dengan waktu, portfolio pendanaan untuk proyek energi terbarukan ini bisa semakin ditingkatkan," tambahnya.
Baca Juga: Jaga Kepercayaan Investor, Ekonom Soroti Inbreng BUMN ke Danantara Dilakukan Bertahap
Lebih jauh, Fabby bilang jika Indonesia tidak membangun infrastruktur energi bersih sesuai dengan peta jalan transisi, maka target NZE 2060 bisa gagal tercapai.
"Ini akan kerugian buat Indonesia karena biaya penyediaan energi kita lebih mahal dan tidak kompetitif," jelasnya.
Adapun terkait pendanaan, Danantara menurutnya tidak harus mendanai semua proyek hilirisasi atau EBT sendirian. Tetap diperlukan menggandeng investor lain karena kapasitas dana untuk investasi tidak besar dan tetap harus berbagi risiko.
"Saya berharap pemerintah tidak gegabah memaksa Bank-Bank BUMN di bawah Danantara untuk melakukan investasi hilirisasi, apalagi jika proyeknya tidak layak secara finansial dan beresiko tinggi," katanya.
Ia juga menyebut, Danantara bisa memobilisasi pendanaan bersama bank-bank BUMN untuk investasi ke energi terbarukan yang memberikan return baik, risiko rendah dan pengembalian investasi dengan cepat.
Sebelumnya, dalam peluncuran Danantara, Senin (24/02) Presiden Prabowo Subianto mengemukakan bahwa initial funding atau pendanaan awal Danantara diproyeksi mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp 326,01 triliun. Dana ini akan difokuskan untuk membiayai 20 proyek strategis nasional (PSN).
Sayangnya, proyek di sektor EBT masih dinomor duakan. Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi proyek EBT masih dalam antrian.
"Jadi khusus untuk EBET, kemarin arahan dari Pak Menteri (Bahlil), artinya gelombang kedua," kata Eniya ditemui di kantor ESDM, Jakarta, Selasa (11/03).
Sebelumnya, Eniya juga bilang bahwa di tahun 2025, diperlukan realisasi investasi hingga US$ 14,9 miliar dan sebesar US$ 55 miliar di tahun 2030 untuk memenuhi target peningkatan porsi EBT dalam bauran energi nasional.
Baca Juga: 5 Risiko Pembiayaan Danantara Jika Fokus pada Energi Fosil
Selanjutnya: Mendag Fasilitasi Pelaku Usaha Lokal Untuk Lakukan Ekspor
Menarik Dibaca: Komunitas Kampus Saham Gencar Edukasi Investasi Saham Bertanggungjawab
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News